27 August 2025

Get In Touch

Hindari Gejolak Seperti di Pati, DPR Segera Bahas Aturan Tarif PBB dengan Kemendagri

Ketua Kunker Spesifik Komisi II DPR RI, M Khozin (2 dari kanan), Ruang Sidang Balai Kota Malang, Jumat (22/8/2025). (Santi/Lentera)
Ketua Kunker Spesifik Komisi II DPR RI, M Khozin (2 dari kanan), Ruang Sidang Balai Kota Malang, Jumat (22/8/2025). (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Komisi II DPR RI memastikan akan segera membahas aturan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pekan depan, untuk mencegah gejolak seperti yang terjadi di Kabupaten Pati akibat penerapan kebijakan tarif yang menimbulkan protes masyarakat.

"Publik sudah tahu semua kalau beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan kondisi Kabupaten Pati. Ini kami tidak mau menjadi satu preseden yang kemudian merembet ke daerah lain," ujar Ketua Kunker Spesifik Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin ditemui di Kota Malang, Jumat (22/8/2025).

Khozin menjelaskan, persoalan tarif PBB berawal dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang menaikkan rasio penentuan tarif dari 0,3 menjadi 0,5. Aturan itu kemudian diperjelas lagi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35.

"Di situ diatur ada kelonggaran rasio yang awalnya 0,3 menjadi 0,5. Nah rasio kenaikan dari 0,3 ke 0,5 kemudian diperjelas lagi melalui PP 35, kalau nggak salah," jelasnya.

Khozin menyampaikan, dari Kunker tersebut diperoleh penjelasan dari Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang. Di mana Komisi II DPR RI mendapatkan informasi bahwa terdapat perbedaan penerapan antara daerah yang menggunakan sistem single tarif dan yang menerapkan multiple tarif.

"Kalau single tarif itu kategori masyarakat miskin, perkotaan, pedagang, tani, itu nanti dipukul rata. Nah kalau ini diterapkan, pasti konsekuensinya ada kenaikan beratus-ratus persen," terang Khozin.

Menurutnya, penerapan multiple tarif akan lebih mendekati keadilan sosial karena adanya kategorisasi wajib pajak. Namun, dari keterangan Bapenda Kota Malang, aturan mengenai hal itu belum memiliki norma baku yang jelas.

"Nah tadi ketika disampaikan, saya tanya apakah ada aturannya. Dijawab, tidak. Itu kami dapatkan ketika asistensi ke Kemendagri tetapi tidak ada norma (aturan) yang diberikan," tambahnya.

Khozin menegaskan, DPR RI akan membawa persoalan tersebut ke rapat kerja bersama Kemendagri, gubernur, bupati, dan wali kota pekan depan. Poin yang disampaikan Bapenda Kota Malang akan menjadi catatan penting yang akan dibahas dalam forum tersebut.

Khozin menjelaskan, jika benar belum ada kejelasan norma mengenai perbedaan penerapan tarif, hal ini harus segera dituntaskan di tingkat kementerian agar tidak menimbulkan persoalan baru di daerah.

"Daerah ini kan hilirnya, pelaksana kebijakan. Kebijakannya ini ada di Kemendagri. Makanya Kemendagri akan kami undang minggu depan untuk mempertanyakan bagaimana regulasinya. Agar kejadian seperti di Pati, Semarang, Bone, itu jangan sampai melebar ke mana-mana," jelasnya.

Lebih lanjut, Khozin menambahkan, meski DPR RI terlibat dalam pembahasan undang-undang dan peraturan pemerintah terkait, implementasi teknis di lapangan baru bisa diketahui melalui kunjungan kerja langsung ke daerah.

"Kalau UU-nya iya, PP-nya iya (dibahas bersama). Tetapi kan untuk implementasi di lapangan, kami baru dapat updatenya ini. Makanya kami melakukan kunker untuk mendapatkan insight langsung kepada titik persoalannya. Tidak hanya satu arah dari Kemendagri, tetapi juga Pemda yang terdampak," pungkasnya.


Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.