23 August 2025

Get In Touch

PKB Usulkan Kepala Daerah Dipilih DPRD, Revisi UU Pemilu Mulai Dibahas 2026

Anggota Fraksi PKB sekaligus Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, ditemui usai Kunker Spesifik di Kota Malang, Jumat (22/8/2025). (Santi/Lentera)
Anggota Fraksi PKB sekaligus Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, ditemui usai Kunker Spesifik di Kota Malang, Jumat (22/8/2025). (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI secara tegas mengusulkan agar pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan melalui DPRD tidak lagi secara langsung oleh masyarakat.

Usulan tersebut akan masuk dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada, yang dijadwalkan resmi dimulai pada awal 2026 mendatang.

Disampaikan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Muhammad Khozin meskipun secara resmi pembahasan akan berjalan pada 2026, saat ini sejumlah tahapan awal telah dilakukan. Beberapa di antaranya adalah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Rapat Dengar Pendapat (RDP), hingga Forum Group Discussion (FGD) yang membahas kepemiluan.

"Pembahasan revisi paket politik di dalam UU Pemilu dan UU Pilkada itu insyaallah awal 2026 baru mulai dilakukan," ujar Khozin, ditemui usai Kunker Spesifik di Kota Malang, Jumat (22/8/2025).

Dalam konteks usulan agar pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan melalui DPRD. Khozin menyebut, usulan itu lahir dari evaluasi pelaksanaan pemilu sebelumnya, terutama pada tahun 2019 dan 2024.

Ditambahkannya, usulan ini terutama menyasar pada pemilihan gubernur. Khozin menyebut, beberapa partai politik lain juga memiliki pandangan yang sejalan, meskipun keputusan resminya masih menunggu pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada.

Khozin menegaskan, ada sejumlah alasan mendasar di balik usulan tersebut. Menurutnya, praktik pemilu langsung dalam dua periode terakhir menunjukkan dampak yang serius, baik dari sisi polarisasi politik maupun praktik politik uang.

"Kita pasca reformasi sudah enam kali menyelenggarakan pemilu. Tapi brutalitas yang paling parah itu di dua pemilu terakhir, 2019 dan 2024. Bagaimana masyarakat memilih kepala daerah itu banyak tidak berbasis kapasitas yang dimiliki, tetapi terkait food buying dan money politic yang luar biasa," ungkap Khozin.

PKB, lanjutnya, ingin memastikan demokrasi berjalan sehat. Dengan menekankan kapasitas dan kualitas pemimpin daerah, bukan hanya kekuatan finansial. Dinilainya, polarisasi masyarakat akibat pemilu langsung memerlukan waktu panjang untuk dipulihkan.

"Belum lagi urusan netralitas ASN, dan lain-lain. Kami berkesimpulan, dan ini sudah menjadi keputusan di internal kami, bahwa PKB mengusulkan untuk bupati, wali kota, dan gubernur dipilih oleh DPRD," tegasnya.

Khozin menyebut, kajian PKB dalam mengusulkan mekanisme tersebut tidak hanya bersifat yuridis, melainkan juga didukung kajian empiris. Ia mengklaim mayoritas partai politik saat ini juga cenderung mengarah ke wacana serupa.

Mengenai potensi polemik di masyarakat, Khozin meyakini usulan ini dapat diterima. Namun, ia menekankan setiap partai tentu memiliki pandangan masing-masing yang harus dikonfirmasi. "Untuk PKB, kami yakin. Tapi kalau partai yang lain, monggo dikonfirmasi," tuturnya.

Lebih lanjut, Khozin menegaskan demokrasi tidak hanya dapat dijalankan secara langsung (direct democracy), tetapi juga melalui mekanisme perwakilan (indirect democracy). Dalam konteks pemilihan kepala daerah oleh DPRD, ia menyebut prinsip demokrasi tetap terjaga.

"Sama dengan kita ada perwakilan di DPRD. Jangan salah, mereka itu dipilih oleh masyarakat, artinya di jabatan mereka ada suara masyarakat," jelasnya.

"Artinya, nanti akan dipadukan aspek manfaatnya, kami mencari kemafsadatan paling kecil. Plus minus pasti ada, tetapi yang jelas pemerintah berkewajiban mencari dampak paling kecil untuk mencari maslahat paling besar," pungkas Khozin.

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.