
Surabaya – Adanyapandemic Covid-19 berdampak APBD Provinsi Jatim 2020. Diketahui, terjadibeberapa perubahan anggaran termasuk pendapatan daerah yang berkurang hingga Rp3.527.238.799.367.
Hal itu seperti yang disampaikan Gubernur Jawa TimurKhofifah Indar Parawansa dalam Rapat Paripurna DPRD Jatim tentang RancanganPeraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020,Selasa (25/8/2020). Perubahan APBD tersebut mengacu pada Kebijakan Umum Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020 sertaPrioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD Tahun Anggaran2020.
Khofifah menandaskan bahwa pendapatan daerah mengalamiperubahan yang semula dianggarkan sebesar Rp33.028. 697.094.110, berubah menjadisebesar Rp29.501.458.294.743 atau berkurang sebesar Rp3.527.238.799.367. Berkurangnyapendapatan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang semula dianggarkan sebesar Rp18.428.947.951.210berubah menjadi Rp15.266.689.586.621 rupiah atau berkurang sebesar Rp3.162.258.364.589.
Kemudian juga berasal dari dana perimbangan yang semula dianggarkan sebesar Rp14.427.735.467.900berubah menjadi Rp14.061.334.439.011 atau berkurang sebesar Rp366.401.028.889. “Lain-lainpendapatan daerah yang sah, semula dianggarkan sebesar Rp172.013.675.000berubah menjadi Rp173.434.269.111 rupiah atau bertambah sebesar Rp1.420.594.111,”jelas Khofifah.
Perubahan juga terjadi pada belanja daerah yang semuladianggarkan sebesar Rp35.196.609.483.734 berubah menjadi sebesar Rp33.834.847.784.625,39atau berkurang sebesar Rp1.361.761.699.108,61. Perubahan anggaran itu berasaldari belanja tidak langsung yang semula dianggarkan sebesar Rp23.288.596.775.439berubah menjadi sebesar Rp23.638.673.768.073,59 atau bertambah sebesar Rp350.076.992.634,5.
Anggaran dari belanja tidak langsung itu akan digunakanuntuk belanja pegawai yang mengalami penyesuaian sebesar Rp1.052.401.375.281,28.Kemudian untuk belanja hibah yang mengalami penambahan sebesar Rp844.338.234.550.Belanja bantuan sosial mengalami penyesuaian sebesar Rp1.170.075.000. Belanjabagi hasil Pajak daerah kepada Kabupaten/Kota serta Pemerintahan Desa mengalamipenyesuaian sebesar Rp611.557.747.969,13 sen.
Selain itu juga untuk belanja bantuan keuangan kepada Kabupaten/Kotadan Pemerintahan Desa berkurang sebesar Rp40.841.000.000. Belanja tidak terdugabertambah sebesar Rp1.211.708.956.335. Kemudian juga untuk belanja langsungyang semula dianggarkan sebesar Rp11.908.012.708.295, berubah menjadi sebesar Rp10.196.174.016.551,80atau berkurang sebesar Rp1.711.838.691.743,20.
Kemudian untuk pembiayaan daerah dengan adanya perubahananggaran pendapatan daerah yang lebih kecil dari perubahan belanja daerah mengakibatkanperubahan deficit yang semula dianggarkan sebesar Rp2.167.912.389.624, berubahmenjadi sebesar Rp4.333.389.489.882,39, atau bertambah sebesar Rp2.165.477.100.258,39.
Rincian penerimaan pembiayaan daerah semula dianggarkansebesar Rp2.203.865.389.624 berubah menjadi Rp4.369.342.489.882,39 atau bertambahsebesar Rp2.165.477.100.258,39 yang berasal dari komponen sisa lebih perhitungananggaran (Silpa) tahun anggaran eebelumnya. Sedangkan rincian pengeluaranpembiayaan daerah semula dianggarkan sebesar Rp35.953.000.000 tidak mengalamiperubahan.
“Sehingga terdapat pembiayaan netto semula dianggarkansebesar Rp2.167.912.389.624 berubah menjadi sebesar Rp4.333.389.489.882,39 senatau bertambah sebesar Rp2.165.477.100.258,39 yang digunakan untuk menutupdefisit anggaran,” tandas Khofifah.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim Achmad Iskandarmengatakan bahwa akibat pendapatan turun maka belanja dikurangi. “Penurunanyang terjadi jangan sampai tidak fokus pada pengungkit ekonomi, ekonomi kitaharus mulai bergerak meskipun pelan,” tandasnya.
Dengan pengurangan anggaran itu maka yang menjadi fokus adalahpada sector kesehatan dan juga untuk pemulihan ekonomi sehingga di Jatim tidaksampai terjadi resesi ekonomi. Di Jatim sendiri sebagai provinsi UMKM makapenurunan drastic dari gerakan ekonominya tidak terlalu tajam dan terendah diIndonesia. (ufi)