03 September 2025

Get In Touch

Ilmuwan Ciptakan Katak Albino dari Rekayasa Genetik

Pejantan dan betina katak tebu (Rhinella marina) albino hasil rekayasa genetik. (Foto: Etienne Littlefair via Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences)
Pejantan dan betina katak tebu (Rhinella marina) albino hasil rekayasa genetik. (Foto: Etienne Littlefair via Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences)

SURABAYA (Lentera) - Sekelompok peneliti melakukan percobaan unik terhadap katak tebu (Rhinella marina), spesies invasif yang dikenal merusak ekosistem di Australia, dengan menghasilkan varian albino melalui rekayasa genetik CRISPR-Cas9. Studi ini dirancang untuk memperdalam pemahaman mengenai albinisme pada satwa liar.

Selama ini, hewan albino dianggap jarang ditemui di alam liar karena warna tubuhnya yang mencolok membuat mereka lebih mudah menjadi sasaran predator. Pandangan ini telah lama diyakini sebagai alasan utama rendahnya populasi hewan albino di habitat aslinya.

Namun, riset terbaru dari tim peneliti Macquarie University, Australia, mengungkap bahwa albinisme tidak hanya sebatas soal kerentanan terhadap predator. Faktor lain seperti gangguan penglihatan, pertumbuhan lebih lambat, hingga tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah juga berperan penting dalam menjelaskan mengapa hewan albino sulit bertahan di alam liar.

"Kami sedang meneliti metode genetik untuk pengendalian katak tebu, dan pada awalnya kami menciptakan katak albino sebagai bukti konsep. Saat memelihara katak tersebut, kami memperhatikan bahwa mereka tampak tumbuh lebih lambat dan tingkat kelangsungan hidupnya lebih rendah dibandingkan dengan saudara mereka yang berpigmen, yang kemudian menginspirasi studi ini." Kata Alex Funk, penulis utama riset dan ilmuwan dari School of Natural Sciences di Macquarie University

Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences mengungkap bahwa katak tebu albino memiliki berbagai keterbatasan dibandingkan saudara pigmennya. Mereka tidak hanya tumbuh lebih lambat dan memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih rendah, tetapi juga menunjukkan gangguan penglihatan yang cukup signifikan. Temuan ini memberi gambaran baru mengenai tantangan fisiologis yang dialami hewan albino di alam liar.

Dalam pengamatan para peneliti, katak albino membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk dapat berburu dengan efektif. Mereka sering kali gagal menangkap mangsa, sehingga harus menghabiskan energi lebih banyak untuk mendapatkan makanan. Kondisi ini membuat kemampuan bertahan hidupnya semakin tertekan dibandingkan katak berpigmen normal.

Masalah tersebut semakin serius karena katak tebu termasuk spesies yang aktif pada malam hari. Dengan keterbatasan penglihatan, katak albino menjadi jauh kurang kompetitif di habitat alaminya, bahkan tanpa kehadiran predator. Hal ini menunjukkan bahwa faktor fisiologis internal bisa sama pentingnya, atau bahkan lebih berpengaruh, dibandingkan ancaman eksternal dalam menentukan kelangsungan hidup hewan albino.

"Individu albino tidak dapat menghasilkan melanin, yang berperan penting dalam perkembangan retina. Tanpa melanin, perkembangan retina menjadi terganggu. Hal ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan penglihatan stereoskopis, jelas Funk, mengutip IFLScience.

Selain gangguan penglihatan, albinisme juga membawa dampak lain yang tidak kalah serius. Hewan albino umumnya lebih sensitif terhadap sinar UV, rentan mengalami masalah pada sistem kekebalan tubuh, serta berisiko menghadapi kesulitan dalam berinteraksi sosial, terutama pada spesies yang hidup berkelompok. Kondisi ini membuat kelangsungan hidup mereka semakin terancam di alam liar.

Kasus tragis pernah tercatat pada 2021 di Uganda, ketika seekor simpanse albino diserang hingga tewas oleh kelompoknya sendiri. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa albinisme tidak hanya menimbulkan tantangan biologis, tetapi juga dapat memicu penolakan sosial di antara sesama spesies, menjadikan posisi individu albino semakin rentan. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.