13 September 2025

Get In Touch

Film Wall Street

Zainal Arifin Emka
Zainal Arifin Emka

OPINI (lentera) -Boleh jadi karena faktor umur, tiba-tiba ingatan saya putar balik ke tahun 1988. Teringat ucapan Gordon Gekko yang tajam. Dia bilang: "Kemiskinan yang datang setelah kekayaan, jauh lebih menyakitkan dibanding kemiskinan itu sendiri".

Gordon Gekko adalah tokoh dalam film Wall Street (1987) yang disutradarai Oliver Stone. Gordon Gekko diperankan secara brillian oleh Michael Douglas. Pernyataannya ditujukan kepada anak buahnya yang masih muda, Bud Fox yang dimainkan Charlie Sheen.

Ungkapan "Kemiskinan yang datang setelah kekayaan, jauh lebih menyakitkan dibanding kemiskinan itu sendiri" adalah salah satu dialog paling terkenal dari film itu.

Ucapan yang disampaikan di sebuah restoran mewah itu ditujukan kepada Bud Fox. Anak muda ini mulai menikmati kekayaan dan gaya hidup mewah yang dia dapatkan dengan mengikuti cara-cara Gordon Gekko yang tidak etis dan ilegal. Ia menggunakan informasi dari dalam/insider trading.

Gordon Gekko, yang merupakan simbol keserakahan, mengatakan ini untuk memperingatkan Bud tentang betapa pahitnya kehilangan semua kekayaan itu sekali pun sudah merasakannya. Ini bukanlah peringatan yang tulus. Ini cara dia untuk mengikat Bud lebih masuk ke dalam dunianya. 

Gekko membuat Bud takut untuk kembali menjadi miskin, sehingga Bud akan melakukan apa saja—bahkan hal yang lebih ilegal—untuk mempertahankan kekayaannya.

Kemiskinan sejak awal mungkin terasa seperti sebuah keadaan yang harus diterima atau dilawan. Kehilangan kekayaan setelah memilikinya terasa seperti sebuah kegagalan, penurunan status, dan kehilangan identitas. Rasa sakitnya bukan hanya secara finansial, tapi juga secara psikologis dan sosial.

Ungkapan itu salah satu momen kunci yang menggambarkan tema sentral film: keserakahan, korupsi, dan harga yang harus dibayar untuk mengejar kekayaan.

Aset Koruptor

Teringat kembali ungkapan "Kemiskinan yang datang setelah kekayaan, jauh lebih menyakitkan dibanding kemiskinan itu sendiri", entah kenapa membuat saya teringat nasib undang-undang perampasan aset koruptor yang menjadi tuntutan mahasiswa. 

Pikiran sederhana saya mengatakan: kalau tuntutan itu dipenuhi, berarti akan banyak orang yang akan sangat menderita, akan sangat sakit oleh hilangnya kekayaan yang telah dinikmati pascaderita kemiskinan. Kaya balik miskin tentu saja tidak enak, malah menyakitkan. Bener juga.

Syukurlah. Saya tak tahu apakah diksi 'Syukurlah' ini tepat. Faktanya usulan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (PATP) tak kunjung didok.

RUU itu pertama kali disusun tahun 2008, dan mulai diusulkan untuk dibahas di DPR tahun 2012. Meski sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) selama beberapa periode, RUU ini belum juga disahkan menjadi undang-undang.

Saya mencoba memaklumi. Membayangkan andai desetujui, akan banyak mantan orang kaya dengan segala cara yang akan masuk dalam golongan miskin mantan kaya.

Saya juga teringat pada anggota DPR, Hasbiallah Ilyas yang dalam rapat Komisi III DPR RI, meminta Kejaksaan Agung untuk tidak menzalimi koruptor dalam proses penegakan hukum. 

Dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, Selasa (20/5/2025), Hasbiallah mengingatkan, penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi harus dilakukan secara objektif, akurat, dan tidak dilebih-lebihkan.

Menurutnya, angka kerugian yang ditetapkan harus sesuai dengan jumlah yang benar-benar dinikmati pelaku. 

“Hitunglah kerugian negara sesuai fakta yang ada. Jangan sampai ada penambahan-penambahan yang membuat seolah-olah pelaku menikmati semua kerugian tersebut,” tegas legislator dari Fraksi PKB itu dikutip dari laman Youtube DPR RI. 

Hasbiallah juga menilai bahwa pemberantasan korupsi seharusnya bukan ajang mencari popularitas, melainkan murni untuk menegakkan hukum yang benar. 

Nggak Bagus

Sejujurnya saya tak paham ke  mana arah pernyataan anggota parlemen ini. Sama susahnya memahami pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan yang waktu itu menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI. Menko Marves ini menyentil KPK yang ia seharusnya tak melulu melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Menurut Luhut, OTT terhadap pejabat diduga korupsi tidak baik bagi negara.

"Kita nggak usah bicara tinggi-tinggilah. OTT-OTT ini kan nggak bagus sebenarnya. Buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digital life, siapa yang mau melawan kita," kata Luhut di acara peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 di Jakarta, Selasa (20/12/2024).

Sudah Nonton

Entah masih berlaku atau tidak, kabarnya korupsi merupakan extra ordinary crime memiliki dampak yang sangat serius bagi perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia warga negara. 

Korupsi menggerogoti keuangan negara yang berdampak nyata pada minimnya kemampuan negara untuk memberikan  perlindungan dan pemenuhan hak-hak rakyat seperti fasilitas kesehatan, pendidikan maupun bantuan sosial.  

Bagaimana Negara bisa melakukan penghematan dan efisiensi keuangan negara jika korupsi yang terjadi di berbagai sektor, mulai dari pusat sampai daerah dibiarkan dan tidak dilakukan penindakan.

Menurut Catatan Transparansi Internasional Indonesia situasi Indonesia pada Corruption Perception Index (CPI 2022), semakin tenggelam dalam sepertiga negara terkorup di dunia dan jauh di bawah rata-rata skor CPI di negara Asia-Pasifik yaitu 45.

Situsai tersebut menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia tahun 2022 mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi. 

Dalam pemberantasan korupsi strategi Penegakan hukum dengan penangkapan koruptor tentu tidak dapat dipisahkan dari upaya pendidikan dan pencegahan.

Jika Penindakan melalui OTT tidak dilakukan, bagaimana mungkin bisa mengusut korupsi yang sistematis dan meluas serta  menciptakan efek jera dan mengusut  pengembalian kerugian negara.

Saya bertanya-tanya mengapa ya nyaris tak terdengar ada pejabat publik yang menghujat keras para koruptor yang telah merugikan keuangan negara dan menyengsarakan rakyat. 

Mengapa juga usulan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (PATP) tak kunjung didok. Disusun tahun 2008, mulai diusulkan untuk dibahas di DPR tahun 2012. Dan, sudah pula masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) selama beberapa periode. Namun RUU ini belum juga disahkan menjadi undang-undang.

Mungkin mereka sudah pernah menonton film Wall Street dan termakan ucapan Gordon Gekko: "Kemiskinan yang datang setelah kekayaan, jauh lebih menyakitkan dibanding kemiskinan itu sendiri" (*)

Penulis: Zainal Arifin Emka -Wartawan Tua, Pengajar Jurnalistik|Editor: Arifin BH

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.