18 September 2025

Get In Touch

PHK Besar-besaran, CEO Microsoft Beri Pesan Menenangkan

PHK Besar-besaran, CEO Microsoft Beri Pesan Menenangkan

JAKARTA (Lentera) – CEO Microsoft Satya Nadella berusaha meredakan kegelisahan karyawan usai perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan orang serta menerapkan kewajiban kembali bekerja dari kantor.

Dalam pertemuan virtual yang dikutip dari CNBC, Minggu (14/9/2025), seorang pegawai menyampaikan keluhan soal menurunnya rasa empati di lingkungan kerja. Nadella pun merespons dengan janji untuk memperbaiki komunikasi dan budaya perusahaan.

“Saya menghargai pertanyaan itu. Ini adalah masukan penting bagi saya dan seluruh jajaran pimpinan. Kami menyadari masih bisa melakukan lebih baik, dan kami akan berusaha memperbaikinya,” ujar Nadella.

Microsoft diketahui memangkas sekitar 9.000 posisi pada Juli lalu, setelah serangkaian pengurangan di bulan-bulan sebelumnya. Selain itu, mulai Februari mendatang, pekerja yang berdomisili dekat kantor pusat Redmond, Washington, diwajibkan hadir di kantor tiga hari per pekan.

Kepala SDM Microsoft, Amy Coleman, mengakui kebijakan itu menuai beragam reaksi. Sebagian karyawan merasa otonominya berkurang, meski rata-rata pegawai Seattle sudah bekerja dari kantor sekitar 2,4 kali per minggu.

Seperti banyak raksasa teknologi lain, Microsoft sempat menerapkan sistem kerja jarak jauh penuh selama pandemi. Namun berbeda dengan Amazon yang sudah lebih dulu mewajibkan lima hari kerja di kantor sejak Januari 2025, Microsoft baru menerapkannya secara bertahap.

Meski menghadapi kritik internal, kinerja Microsoft di pasar modal justru mendapat apresiasi. Saham perusahaan melonjak hampir 20% sepanjang tahun ini, dengan kapitalisasi pasar mencapai USD 3,7 triliun, hanya berada di bawah Nvidia. Laba bersih Microsoft juga naik 24% pada Juli, menjadi USD 27 miliar.

Nadella menekankan tantangan ke depan semakin berat, terutama dengan cepatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang berpotensi menggeser sejumlah lini bisnis. “Beberapa unit usaha besar yang kami bangun bisa jadi tidak relevan lagi di masa depan,” katanya.

Sementara itu, karyawan masih menunggu hasil investigasi independen terkait laporan Guardian yang menyebut infrastruktur cloud Azure dimanfaatkan militer Israel untuk menyimpan data panggilan warga Palestina. Isu ini sempat memicu protes di markas Microsoft hingga berujung pada pemecatan lima pegawai.

Editor:Widyawati/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.