
SURABAYA (Lentera) - Organisasi yang menaungi para pelaku industri musik di Swedia, STIM, bekerja sama dengan perusahaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk meluncurkan perjanjian lisensi terkait musik yang dihasilkan oleh AI.
Dikutip dari The News pada Jumat (12/9/2025), lisensi musik AI ini memberikan kepastian hukum bagi perusahaan AI untuk memanfaatkan lagu-lagu berhak cipta sebagai materi dalam melatih model kecerdasan buatan mereka.
Lisensi ini turut memastikan adanya kompensasi yang layak bagi para komposer dan penulis lagu, sehingga hak mereka tetap terlindungi secara adil meskipun karya digunakan dalam proses pelatihan AI. Dengan begitu, para pencipta musik memperoleh penghargaan yang setimpal atas kontribusi kreatif mereka.
Langkah tersebut diambil oleh STIM sebagai respons terhadap meningkatnya penggunaan AI generatif di berbagai sektor industri kreatif. Fenomena ini kerap menimbulkan pelanggaran terhadap integritas artistik para seniman, termasuk mereka yang bergerak di industri musik, sehingga diperlukan regulasi yang dapat menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak cipta.
Lisensi musik AI yang digagas STIM mencakup lebih dari 10.000 komposer, penulis lagu, serta penerbit musik. Melalui perjanjian tersebut, para kreator berhak memperoleh royalti dari perusahaan teknologi yang menggunakan karya mereka sebagai bahan pelatihan model kecerdasan buatan. Hal ini menjadi langkah konkret untuk memastikan perlindungan sekaligus penghargaan terhadap karya musik berhak cipta.
Pelaksana Tugas CEO STIM, Lina Heyman, menegaskan bahwa lisensi ini tidak hanya berfokus pada kepentingan komersial. Lebih dari itu, perjanjian ini juga menjadi panduan dalam memberikan kompensasi yang adil bagi musisi serta jaminan hukum yang jelas bagi perusahaan AI yang memanfaatkan musik berlisensi.
Dengan adanya lisensi ini, STIM berharap tercipta keseimbangan antara perkembangan teknologi dan keberlangsungan industri musik. Inisiatif tersebut juga diharapkan menjadi contoh bagi negara maupun organisasi lain dalam mengatur pemanfaatan karya seni di era kecerdasan buatan, sehingga hak-hak para seniman tetap terlindungi di tengah pesatnya inovasi digital.
"Kami ingin menunjukkan bahwa merangkul disrupsi tanpa mengorbankan kreativitas manusia adalah hal yang mungkin," kata Lina.
Konfederasi Internasional Masyarakat Penulis dan Komposer (CISAC) menyoroti ancaman kecerdasan buatan terhadap keberlangsungan hidup para seniman. Berdasarkan proyeksi, penggunaan AI berpotensi menurunkan pendapatan penulis lagu hingga 24 persen pada tahun 2028, sehingga diperlukan langkah perlindungan yang lebih serius bagi para kreator.
Kehadiran regulasi seperti lisensi musik AI diharapkan mampu menjadi solusi untuk mendukung hak-hak seniman di tengah era AI generatif. Aturan ini tidak hanya memberikan perlindungan finansial, tetapi juga memastikan integritas karya seni tetap dihargai di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber