17 September 2025

Get In Touch

Siska Yuliana, Guru Honorer yang Rela Sisihkan Rejeki Demi Tingkatkan Literasi Anak di Desa

Siska Yuliana pendiri Rumah Ceria Naomi di sela-sela kegiatan (Dokumentasi Siska)
Siska Yuliana pendiri Rumah Ceria Naomi di sela-sela kegiatan (Dokumentasi Siska)

BANYUWANGI (Lentera) -Siska Yuliana adalah seorang guru honorer sebuah madrasah swasta yang mengabdikan hidupnya untuk peningkatan literasi anak-anak di desanya, di Desa Bunder, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur.

Wanita 29 tahun itu mempelopori Rumah Baca Antogan pada tahun 2016 yang berganti menjadi Rumah Ceria Naomi pada 2019.

Rumah baca yang difokuskan untuk menjadi tempat jujugan anak-anak desa memperluas pengetahuan mereka.

"Berawal dari les-lesan yang saya dirikan. Sejak SMA, saya suka anak kecil dan mereka sering ke rumah. Lalu dilanjutkan dengan pendirian rumah baca untuk anak-anak," kata Siska.

Di rumah baca Antogan, rumah baca yang terinspirasi dari ikon wisata desa, Siska pelan-pelan membangun ruang bagi anak-anak untuk bertumbuh dengan berbagai buku bacaan.

Tujuan utamanya, menjaring anak-anak dari keluarga broken home yang terinspirasi dari kisah hidupnya sendiri. Dan meluas ke anak-anak desa yang lainnya.

"Kami bermain, les hingga membangun bakat. Rumah mungil ini kadang menjadi pentas bakat menari hingga wayang," tuturnya.

Dia merasakan keprihatinan terhadap anak-anak yang dalam kesehariannya hanya dijejali ponsel, dan berharap buku dapat lebih membantu anak-anak untuk berkembang.

Selain itu, stigma anak broken home sebagai anak nakal pun ingin ditepisnya.

Dengan memfasilitasi anak-anak untuk bertumbuh yang kemudian justru menjadi tempat para orangtua menitipkan kepercayaan bagaimana perkembangan anak-anaknya.

"Saya sampai mikir, apa saya tempatnya penitipan anak," kelakar lulusan S1 Bahasa Indonesia Universitas Jember tersebut.

Kepercayaan dari para orang tua itu yang kemudian membuatnya teguh ketika berada di titik rendah, bahkan ketika ia pernah berniat mengakhiri program rumah baca yang ia dirikan.

Sebab, perjuangan Siska tidaklah mudah.

Setiap harinya, ia mengajar di sekolah dari pagi hingga siang, sore mengajar sebagai guru ngaji, dan malamnya ia menjalankan program rumah baca sembari menghabiskan waktu bersama keluarga.

Namun ia menjalani itu semua dengan ikhlas, bahkan rela menyisihkan rejeki lebih yang diperoleh keluarganya untuk keberlangsungan rumah baca tersebut.

"Dari (uang) saya pribadi, lalu setelah berjalan kemudian alhamdulillah ada dari iuran relawan juga. Kita cuma mengandalkan saya yang punya atau relawan," tuturnya, mengutip Kompas.

Misalnya untuk mainan, Siska merogoh koceknya sendiri untuk membeli mainan untuk anaknya yang saat ini duduk di kelas TK B, yang kemudian ia ikhlaskan juga sebagai mainan di rumah baca yang digunakan untuk anak-anak lain bermain.

Namun demikian, ia tak ingin menjadikan itu sebagai penghambat, sebab motivasi utamanya adalah yang terpenting bisa bermanfaat untuk lingkungan.

"Motivasi saya adalah kepercayaan orang-orang yang diberikan kepada saya meskipun kalau di desa juga banyak yang tidak paham saya sebagai penggerak," ujarnya.

Masyarakat desa di sekitar lingkungannya belum memahami meski ia telah melakukan banyak hal, tak jarang hembusan negatif pun dialamatkan kepadanya.

Anggapan sok pintar atas gerakan yang dilakukannya seperti menjadi kerikil pada langkah kaki yang sedang ia jalankan. Tapi Siska kini memilih enggan ambil pusing.

Ia teguh akan fokus untuk berbuat baik dan bermanfaat untuk orang lain terutama masyarakat desa di mana dia tinggal.

"Dalam 24 jam saya, setidaknya saya bermanfaat untuk orang lain," ucapnya.

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.