17 September 2025

Get In Touch

JPPI dan FH UB Sampaikan Pandangan Terkait Putusan MK Soal Pendidikan Gratis

Seminar Nasional Formulasi Pendidikan Gratis Tingkat Sekolah Menengah Pasca Putusan MK, Universitas Brawijaya Kota Malang, Senin (15/9/2025). (Santi/Lentera)
Seminar Nasional Formulasi Pendidikan Gratis Tingkat Sekolah Menengah Pasca Putusan MK, Universitas Brawijaya Kota Malang, Senin (15/9/2025). (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH-UB) menyampaikan pandangan yang menyangkut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pendidikan gratis.

Yang pertama, ketersediaan anggaran melalui APBN maupun APBD bukanlah persoalan. Yang kedua, kendala utama yang dinilai menghambat implementasi putusan tersebut, justru terletak pada political will atau komitmen pemerintah selaku eksekutor kebijakan.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan pihaknya berharap putusan tersebut dapat diimplementasikan secara nasional pada 2026 mendatang. Menurutnya, dukungan anggaran dari APBN dan APBD sudah memadai untuk menjalankan kebijakan pendidikan gratis.

"Putusan ini harus didukung dan wajib disupport oleh APBN sebesar 20 persen, dan juga APBD 20 persen. Karena di level pusat itu kebijakan nasional, tetapi pelaksananya adalah pemerintah daerah," ujarnya, ditemui di sela seminar nasional formulasi pendidikan gratis tingkat sekolah menengah pasca putusan MK di UB, Senin (15/9/2025).

Untuk diketahui, MK memutuskan pendidikan dasar di sekolah negeri maupun swasta wajib dibiayai negara atau digratiskan. Putusan ini dibacakan dalam sidang perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang menguji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada Selasa (27/5/2025) lalu.

Ubaid menambahkan, dalam konteks wilayah Jawa Timur, termasuk Malang Raya, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib menyiapkan anggaran khusus untuk pendidikan gratis. "Pemkot dan pemkab wajib mengalokasikan dari APBDnya untuk melaksanakan perintah MK soal sekolah tanpa dipungut biaya," tambahnya.

Ubaid menekankan, hambatan yang sesungguhnya bukan soal fiskal, melainkan komitmen politik pemerintah. Menurutnya, JPPI menilai APBN dan APBD lebih dari cukup untuk membiayai program tersebut. "Pertanyaannya ada political will atau tidak dari pemerintah selaku pelaksana," katanya.

Lebih lanjut, JPPI juga menyoroti perlunya kejelasan alokasi dana transfer dari pusat ke daerah agar implementasi pendidikan gratis dapat berjalan transparan. "Pemda wajib menghitung jumlah anak usia sekolah, lalu menyediakan bangku sesuai kebutuhan. Pendidikan adalah hak semua anak. No one left behind," kata Ubaid.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH-UB), Dr. Aan Eko Widiarto, menilai putusan MK tersebut menegaskan prinsip non-diskriminasi dalam pemenuhan hak pendidikan.

Senada dengan JPPI, Aan juga menilai pelaksanaan putusan MK ini masih terganjal minimnya langkah pemerintah selaku eksekutif. "MK ini kan kekuasaan yudisial, yang bisa melaksanakan adalah eksekutif. Persoalannya apakah ada political will dari pemerintah untuk menjalankan ini," jelasnya.

Ia juga menyinggung program pemerintah saat ini lebih menekankan pada pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG), bukan pada implementasi pendidikan gratis. "Nah ini kan agak bertolak belakang dengan putusan MK," kata Aan.

Selain political will, Aan menekankan perlunya regulasi turunan yang jelas agar sekolah swasta dapat ikut melaksanakan ketentuan pendidikan gratis. Menurutnya, sejak diputuskan pada Mei 2025 lalu, hingga saat ini pemerintah belum mengambil langkah yang dapat menjadi jaminan hukum atas keputusan tersebut.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

 

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.