Ketua DPRD Kota Madiun Minta Klarifikasi Sekwan, Terkait Dugaan Manipulasi Anggaran ATK Rp1 Miliar

MADIUN (Lentera) – Terkait dugaan manipulasi anggaran Alat Tulis Kantor (ATK) Rp1 miliar pada tahun anggaran 2022 di DPRD Kota Madiun, akan ditindaklanjuti oleh pimpinan legislatif dengan memanggil Sekretaris DPRD (Sekwan) untuk meminta klarifikasi.
Hal ini disampaikan Ketua DPRD Kota Madiun, Armaya menegaskan lembaganya tidak akan tinggal diam, terkait informasi tersebut.
“Karena permasalahan ini di ranahnya Sekwan, kami akan memanggil yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi,” ujar Armaya, Jumat (19/9/2025).
Sementara itu, Sekwan DPRD Kot Madiun, Misdi masih tetap memilih bungkam saat dikonfirmasi wartawan, terkait dugaan manipulasi anggaran berupa double anggaran pengadaan alat tulis kantor (ATK) di Sekretariat DPRD.
Misdi terlihat berusaha menghindarm saat ditanya langsung soal temuan tersebut. ia menjawab singkat dengan nada ketus.
“Tidak usah,” jawabnya sambil meninggalkan awak media usai rapat paripurna, Jumat (19/9/2025),
Diketahui, temuan ini disampaikan Koordinator Gerakan Rakyat Tangkap Koruptor (Gertak), Putut Kristiawan yang membeberkan adanya dua paket pengadaan ATK tahun anggaran 2022 yang bersumber dari APBD Perubahan. Nilainya identik, masing-masing Rp516.620.250, dengan total Rp1.033.240.500.
Ironisnya, kedua paket itu justru dilaksanakan menggunakan metode pengadaan langsung, padahal regulasi tegas melarang. “Nilai maksimal pengadaan langsung hanyalah Rp200 juta. Untuk anggaran di atas Rp500 juta wajib tender terbuka, tender cepat, atau e-purchasing,” tegas Putut.
Ia menegaskan, langkah Sekretariat DPRD itu bukan sekadar kesalahan prosedur, tapi sudah masuk kategori perbuatan melawan hukum. Rujukannya jelas: Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Perpres Nomor 46 Tahun 2025.
Lebih janggal lagi, kata Putut, kedua paket itu menggunakan kode rekening yang sama, hanya berbeda waktu pelaksanaan. Maret 2022 dengan ID RUP 36822592, dan Oktober 2022 dengan ID RUP 36822093.
“Pertanyaannya, apakah logis pengadaan ATK senilai setengah miliar rupiah dilakukan dua kali dalam setahun, bahkan di ujung tahun anggaran? Unsurnya jelas, ada indikasi kuat permainan anggaran,” ungkapnya.
Putut mendesak, agar aparat penegak hukum tidak menutup mata.
“Ini harus diusut tuntas. Jangan sampai publik melihat DPRD sebagai lembaga yang justru memelihara praktik kotor. Pengadaan barang dan jasa adalah salah satu pintu paling rawan korupsi,” pungkasnya.
Reporter: Wiwiet Eko Prasetyo/Editor: Ais