
MALANG (Lentera) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tengah menyiapkan skema Bantuan Hukum (Bankum), bagi warga miskin untuk mendapat pendampingan hukum secara gratis.
Skema tersebut akan dijalankan, melalui Pos Bantuan Hukum (Posbankum) yang rencananya dibentuk di 57 kelurahan.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Malang, Suparno menjelaskan Posbankum nantinya berfungsi sebagai lembaga yang menangani penyelesaian perkara, termasuk perkara dengan pendekatan restorative justice.
"Untuk Bantuan Hukum yang operasional di 57 kelurahan, ini nantinya dibentuk Posbankum. Nah, lembaga ini yang akan menangani penyelesaian perkara yang diharapkan untuk yang restorative justice," ujar Suparno, Jumat (19/9/2025).
Ia mencontohkan, warga miskin yang menghadapi kasus hukum dengan ancaman pidana di bawah lima tahun, dapat memperoleh bantuan hukum jika memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Dalam perkara tersebut, hakim akan menunjuk pengacara atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang terdaftar dan memiliki lisensi C untuk memberikan pendampingan hingga putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Kalau mereka dinyatakan miskin, berperkara di pengadilan, terus inkrah, diklaimkan ke Bagian Hukum," jelasnya.
Suparno menambahkan, terdapat dua skema bantuan hukum yang dibedakan. Pertama, Bankum Masyarakat Miskin (Bankumaskin) yang tidak mengenal batasan lama hukuman. Kedua, penyelesaian perkara melalui restorative justice yang hanya berlaku bagi kasus dengan ancaman pidana di bawah lima tahun.
"Restorative justice itu penyelesaian perkara di luar pengadilan, tetapi dengan ancaman pidananya di bawah lima tahun. Jadi bisa dengan non litigasi, sebelum masuk pengadilan," terangnya.
Namun, Suparno menegaskan klaim biaya bantuan hukum hanya dapat dilakukan untuk perkara yang sudah masuk pengadilan dan diputus inkrah. Sementara penyelesaian perkara dengan restorative justice tidak bisa diajukan klaim.
Terkait pihak yang dapat memberikan pendampingan, Suparno menyebut adanya perbedaan mekanisme. Untuk Bankumaskin, pendampingan hanya dapat dilakukan oleh LBH yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM dengan klasifikasi lisensi C. Sementara pada Posbankum di kelurahan, mekanismenya lebih fleksibel.
"Kalau Posbankum di kelurahan itu siapapun boleh, asalkan LBH. Bahkan dosen sarjana hukum di kelurahan masing-masing boleh," katanya.
Ia menargetkan, program ini dapat mulai dijalankan pada 2026 mendatang. Sementara dalam waktu dekat, menurutnya akan ada penandatanganan kesepakatan bersama terkait penanganan perkara dengan pendekatan restorative justice.
"Nanti 2 Oktober ini akan ada penandatanganan antara Gubernur dengan Kejati, dan seluruh bupati/wali kota dengan Kejari, itu untuk penanganan perkara restorative terhadap pelaku, korban, dan keluarga. Nanti itu penandatangannya di Surabaya," pungkasnya.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais