30 September 2025

Get In Touch

Pengakuan Negara Palestina

Umat Kristiani antre masuk gereja 'Kimayah' yang diyakini sebagai tempat Yesus disalib(Dok. ABH)
Umat Kristiani antre masuk gereja 'Kimayah' yang diyakini sebagai tempat Yesus disalib(Dok. ABH)

KOLOM (Lentera) -Kalau ditanya pengalaman masuk negara mana paling menarik, saya jawab: Palestina dari Mesir.

Memasuki Border Taba, persis di bibir Laut Merah, petugas imigrasinya (tentu saja) orang Israel. Kebanyakan cewek. Hanya satu cowok, tapi sangat menentukan. Tugasnya ‘tukang pindai’ paspor secara manual!

Entah ilmu macam apa yang dimiliki orang ini. Hanya dengan melihat foto paspor dia bisa menghentikan langkah para peziarah Bumi Para Rasul.

Saya melirik. Empat rekan mendapat masalah, termasuk Ustadz H. Ahmad Muzakky, Imam Masjid Al Akbar Surabaya.

Saya berpendapat. Justru “pemindai manual” keamanan Israel tak pernah kebobokan dari luar. Israel bertarung di kawasan konflik Jalur Gaza, atau Tepi Barat. Tetapi jarang ada dari luar.

Memperoleh visa masuk ke Palestina gampang-gampang susah. Bahkan bisa keluar beberapa jam sebelum rombongan tiba di wilayah Palestina.

Tidak sedikit rombongan ditolak meski pun sudah di ambang perbatasan. Otoritas visa juga aneh. Tidak distempel di paspor, tapi berupa stiker.

Simbolis atau Nyata

Palestina kerap digambarkan sebagai negara yang ada sekaligus tidak ada. Di satu sisi, Palestina telah memperoleh pengakuan internasional yang luas, memiliki misi diplomatik di berbagai negara, bahkan berpartisipasi dalam ajang olahraga dunia, termasuk Olimpiade.

Namun, di sisi lain, Palestina tidak memiliki batas wilayah yang disepakati secara internasional, tidak memiliki ibu kota yang resmi, dan tidak memiliki tentara.

Akibat pendudukan militer Israel di Tepi Barat, Otoritas Palestina yang dibentuk setelah perjanjian damai pada 1990-an tidak sepenuhnya mengendalikan tanah maupun rakyatnya.

Gaza, yang juga berada di bawah pendudukan Israel, kini terjebak dalam perang berkepanjangan.

Pengakuan bersifat simbolis

Status Palestina yang serba terbatas membuat pengakuan negara terhadapnya lebih bersifat simbolis.

Secara nyata, pengakuan tersebut tidak banyak mengubah situasi di lapangan. Namun, makna simbolisnya dinilai sangat kuat, baik secara moral maupun politik.

Hal ini ditegaskan oleh mantan Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, dalam pidatonya di PBB pada Juli 2025.

"Inggris memikul beban tanggung jawab khusus untuk mendukung solusi dua negara," kata Lammy, dikutip dari BBC pada Jumat (19/9/2025).

Ia juga mengingatkan kembali pada Deklarasi Balfour 1917 yang ditandatangani Arthur Balfour, menteri luar negeri Inggris saat itu.

Deklarasi itu menyatakan dukungan terhadap pembentukan tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina, dengan janji bahwa hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi tidak akan dirugikan.

Meski begitu, para pendukung Israel sering menekankan bahwa Deklarasi Balfour tidak menyebut secara eksplisit hak-hak nasional bangsa Palestina.

Solusi dua negara mandek

Sejak Inggris mengakhiri mandatnya atas wilayah Palestina pada 1948, Israel resmi berdiri sebagai negara. Namun, upaya untuk membentuk negara Palestina yang berdampingan dengan Israel tidak pernah berhasil.

Frasa “solusi dua negara” merujuk pada pembentukan negara Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sesuai dengan kondisi sebelum perang Arab-Israel 1967.

Meski telah lama menjadi jargon politik internasional, solusi dua negara hingga kini tidak terwujud. Perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, yang dianggap ilegal oleh hukum internasional, semakin menjauhkan kemungkinan tersebut.

Dukungan internasional

Saat ini, Palestina telah diakui oleh sekitar 75 persen dari 193 negara anggota PBB. Di PBB, Palestina berstatus sebagai negara pengamat tetap. Status ini memungkinkan Palestina ikut serta dalam berbagai pertemuan, tetapi tidak memiliki hak suara.

Sejumlah negara besar, termasuk Inggris dan Perancis, berencana memberikan pengakuan resmi terhadap Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB. Kanada, Australia, Belgia, dan Malta juga masuk dalam kelompok tersebut.

Dengan demikian, Palestina akan memperoleh dukungan dari empat dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. China dan Rusia telah lebih dahulu mengakui Palestina sejak 1988.

Mengutip Kompas, kondisi ini membuat Amerika Serikat menjadi minoritas. Washington selama ini hanya mengakui Otoritas Palestina, yang kini dipimpin Mahmoud Abbas, tanpa memberikan pengakuan penuh terhadap negara Palestina.

Beberapa presiden AS menyatakan dukungan terhadap pembentukan negara Palestina. Namun, Donald Trump bukan salah satunya. Di bawah kepemimpinannya, kebijakan AS sangat berpihak pada Israel.

Arifin BH, Pemimpin Redaksi

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.