
JAKARTA (Lentera) - Pimpinan DPR RI menyambut usulan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang mendorong pemerintah untuk segera membentuk lembaga khusus guna menangani persoalan reforma agraria.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, menyampaikan hal tersebut saat merangkum hasil audiensi dengan KPA serta perwakilan petani dan nelayan yang membahas strategi percepatan pelaksanaan reforma agraria.
Kesimpulan pertama menegaskan bahwa DPR akan mendorong pemerintah mempercepat penerapan kebijakan satu peta serta menata ulang desain data ruang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kedua, DPR mendorong pemerintah untuk membentuk badan pelaksanaan reformasi agraria," kata Dasco di Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Poin ketiga, lanjut Dasco, DPR akan membentuk panitia khusus (Pansus) penyelesaian konflik agraria yang akan disahkan pada akhir penutupan Paripurna Sidang DPR RI pada 2 Oktober 2025.
Sebelumnya, permintaan untuk pembentukan lembaga khusus yang menaungi permasalahan agraria disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika. Menurutnya, hal ini dapat menjadi solusi untuk mempercepat penyelesaian reforma agraria mengingat permasalahan ini bersifat lintas sektoral.
"Soal kelembagaan, Pak Dasco, Pak Saan, kemudian Pak Cucun (pimpinan DPR RI), kami menginginkan ada kelembagaan khusus untuk menjalankan reforma agraria," ujar Dewi.
Dewi mengatakan, usulan pembentukan lembaga tersebut telah diusulkan berkali kali, mulai dari saat pemerintahan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Namun usulan tersebut ditolak.
Sedangkan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang sudah ada saat ini menurutnya tidak berjalan. Oleh karena itu, dia meminta adanya kelembagaan khusus reforma agraria yang bersifat ad hoc dan nantinya harus melapor langsung ke presiden.
"Kami meminta memang perlu ada kepemimpinan langsung dari presiden, badan pelaksanaan reforma agraria yang tanggung jawab langsung kepada presiden dan melaporkan kerja-kerja terkait reforma agraria. Karena kalau balik lagi ke Kemenko Ekonomi ada bias kepentingan, Kemenko Ekonomi pasti targetnya pengadaan tanah ya untuk skala besar, bukan untuk petani kecil," ujar Dewi.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber