01 October 2025

Get In Touch

Uang Tunjangan Pensiun Anggota DPR Digugat ke MK

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (ist)
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (ist)

JAKARTA (Lentera) - Tunjangan uang pensiun anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK diminta menghapus tunjangan tersebut karena dinilai membebankan negara.

Permohonan diajukan oleh psikolog bernama Lita Linggayani Gading dan advokat bernama Syamsul Jahidin. Permohonan mereka teregister dengan nomor 176/PUU-XXIII/2025 pada Selasa (30/9/2025).

Adapun aturan tunjangan pensiun anggota DPR itu tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Merujuk dokumen permohonan di situs MK, ada beberapa pasal yang dipersoalkan, yakni:

Pasal 1 Huruf A:

Lembaga Tinggi Negara, adalah Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung, tidak termasuk Presiden

Pasal 1 Huruf F:

Anggota Lembaga Tinggi Negara, adalah Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Hakim Mahkamah Agung;

Pasal 12 Ayat 1:

Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun.

(Red: Merujuk UU Nomor 12 Tahun 1980, Pasal 1 Huruf A berbunyi "Lembaga Tertinggi Negara, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat". Sementara bunyi pasal yang termuat dalam dokumen permohonan itu termuat dalam Pasal 1 Huruf B)

"Bahwa oleh karena keberlakuan norma Pasal a quo yang tidak mempunyai kepastian, sehingga terjadi pula ketidakjelasan dari pelaksanaan norma pasal a quo serta tidak adanya pembatasan yang pasti terkait dengan penjelasan dalam aturan hukum tersebut maka hal ini memberikan celah bagi anggota DPR-RI untuk mendapatkan manfaat pensiun seumur hidup sekalipun hanya menduduki jabatan selama 5 tahun," demikian permohonan pemohon, dikutip Rabu (1/10/2025).

Para pemohon mengungkapkan besaran pensiun pokok anggota DPR dihitung 1 persen dari dasar pensiun untuk setiap bulan masa jabatan. Ada pula aturan dari Surat Menkeu Nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 mengatur pensiun DPR besarannya sekitar 60% dari gaji pokok.

Para pemohon juga melakukan penghitungan para mantan anggota DPR yang menerima uang pensiun sejak 1980 hingga 2025 berjumlah 5.175 orang.

Dari perhitungan itu, mereka menyebut bahwa negara melalui APBN per tahun perlu membayar uang pensiun para mantan anggota DPR itu sebesar Rp 226.015.434.000.

"Bahwa dengan hal ini kerugian sangat nyata timbul yang dialami Pemohon I dan Pemohon II, karena beban pajak yang digunakan untuk membayar manfaat pensiun yang tidak tepat," ujar pemohon.

Selain itu, para pemohon juga mempersoalkan adanya tunjangan hari tua (THT) sebesar Rp 15 juta yang dibayarkan sekali.

"Bahwa Sistem pensiun DPR di Indonesia sering menuai kritik. Pasalnya, meski rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen," tutur pemohon.

Dengan alasan itu, pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena pajak yang dibayarkan malah untuk memberikan uang pensiun anggota DPR.

Berikut petitum lengkap permohonan mereka:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 1 Huruf A Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3128), Bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

Pasal 1 Huruf A:

Lembaga Tinggi Negara, adalah Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung, tidak termasuk Presiden;

3. Menyatakan Pasal 1 Huruf F Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3128), Bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

Pasal 1 Huruf F:

Anggota Lembaga Tinggi Negara, adalah Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Hakim Mahkamah Agung;

4. Menyatakan Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3128), Bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai:

Pasal 12 Ayat 1

Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, tidak termasuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun.

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).


Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.