01 October 2025

Get In Touch

F-PKB Soroti Kecilnya Belanja Modal di R-APBD Jatim 2026

F-PKB Soroti Kecilnya Belanja Modal di R-APBD Jatim 2026

SURABAYA (Lentera) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPRD Jawa Timur (Jatim) menyoroti rendahnya alokasi Belanja Modal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Jatim 2026 yang hanya mencapai 5,9% dari total belanja.

Juru bicara F-PKB, Abdullah Muhdi, M.H., menyampaikan, porsi Belanja Modal yang kecil menjadi indikator ketidaksesuaian antara R-APBD dengan dokumen perencanaan jangka menengah dan tahunan daerah.

“Fraksi PKB menemukan kontradiksi yang tajam dan fundamental antara dokumen perencanaan tersebut dengan postur anggaran yang direncanakan. Temuan Badan Anggaran pun mengkonfirmasi kekhawatiran kami,” ungkapnya, Rabu (1/10/2025).

RPJMD 2025–2029 merupakan bagian awal dari RPJPD 2025–2045 yang mengusung tema Penguatan Pondasi Transformasi Jawa Timur, sementara RKPD 2026 bertema Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif melalui Pembangunan Wilayah Strategis dan Peningkatan Produktivitas.

Namun demikian, Muhdi menilai struktur belanja dalam RAPBD 2026 tidak mencerminkan arah pembangunan tersebut. Belanja Operasi mendominasi hingga 76% dari total belanja, dengan Belanja Pegawai mencapai 31%, melebihi batas maksimum yang diatur dalam UU HKPD sebesar 30%.

“Porsi ini secara terang-terangan mengunci ruang fiskal daerah untuk biaya aparatur, bukan untuk program pembangunan yang langsung dirasakan masyarakat,” tegasnya.

Ia menambahkan, selisih 1% pada Belanja Pegawai tersebut setara dengan Rp287 miliar, jumlah yang dinilai lebih bermanfaat jika dialihkan ke sektor pembangunan.

F-PKB juga meminta evaluasi atas Belanja Barang dan Jasa yang mencapai 31,4%, yang dianggap terlalu tinggi dan berpotensi mengurangi efisiensi anggaran.

Menurut Muhdi, dibandingkan P-APBD 2025, Belanja Modal dalam RAPBD 2026 turun 40%, dan berada jauh di bawah kisaran ideal 20–30% yang diperlukan untuk mengejar pembangunan daerah. Akibatnya, target alokasi minimal 40% belanja untuk infrastruktur publik pada 2027 dianggap mustahil tercapai.

Selain itu, alokasi untuk sektor Jalan, Jaringan, dan Irigasi yang hanya Rp44,7 miliar juga dinilai tidak rasional jika dikaitkan dengan misi penguatan konektivitas infrastruktur sebagaimana tercantum dalam RPJMD.

Atas kondisi tersebut, F-PKB mempertanyakan komitmen Pemprov terhadap RPJMD sebagai janji politik kepala daerah, dan mendesak pergeseran anggaran secara fundamental dari kegiatan seremonial dan belanja rutin menuju belanja modal yang produktif.

Fraksi juga menegaskan pentingnya keselarasan antara RPJMD, RKPD, RAPBD dan program prioritas nasional, serta penegakan prinsip money follow program, yaitu anggaran yang mengikuti prioritas program, bukan sekadar struktur organisasi.

“Di pesantren, ini disebut sebagai: tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah: setiap kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus senantiasa berorientasi pada kemaslahatan,” kata Muhdi.

“Dengan demikian, penyusunan RAPBD 2026 semestinya diarahkan untuk menjawab kebutuhan prioritas masyarakat, bukan hanya mempertahankan belanja rutin birokrasi,” pungkasnya.

Reporter: Pradhita*/Co-Editor: Nei-Dya

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.