
MALANG (Lentera) - Sejarah mencatat wilayah Madura dan sekitarnya pernah diguncang gempa besar di abad ke-19. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan kembali potensi gempa di utara Jawa Timur (Jatim) usai guncangan magnitudo 6,5 di Sumenep, Selasa (30/9/2025) malam.
Kepala Stasiun Geofisika Malang, Ma’muri, menjelaskan gempa dengan magnitudo di atas 5 bukanlah hal baru di Indonesia. Namun dalam sepekan terakhir, menurutnya Jawa Timur bagian utara mengalami dua kali gempa di atas magnitudo 5, termasuk yang terjadi di Sumenep.
"Sebenarnya gempa-gempa dengan magnitudo 5 sudah sering terjadi di wilayah Indonesia. Namun dalam waktu berdekatan ini di wilayah Jawa Timur khususnya bagian utara terjadi dua kali gempa di atas 5 magnitudo," ujar Ma’muri, dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (1/10/2025).
Ditegaskannya, meningkatnya aktivitas gempa di wilayah Jawa Timur bagian utara masih tergolong wajar. Dan bukan merupakan indikasi anomali. Hal ini karena adanya sumber gempa dari sesar aktif di kawasan tersebut.
"Masih kategori wajar. Karena memang ada sumber gempa di sana, yakni sesar Rembang-Madura-Kangean-Sakala (RMKS), sesar lokal," jelasnya.
Terkait potensi gempa di Jawa Timur, Ma’muri mengatakan BMKG memetakan berdasarkan analisa gempa-gempa yang sudah terjadi. Dari hasil analisis tersebut, diketahui wilayah utara Jawa Timur memiliki sumber gempa yang aktif.
"Kalau pemetaan, biasanya kami petakan gempa-gempa yang sudah terjadi dari hasil analisa kami," katanya.
Lebih lanjut, menurut Ma’muri, keberadaan sesar RMKS menjadi pengingat bahwa wilayah utara Jawa Timur juga memiliki potensi terjadinya gempa bumi. Karena itu, kewaspadaan masyarakat perlu terus dijaga.
Sejumlah catatan sejarah, dijelaskannya, juga menunjukkan gempa signifikan pernah terjadi di Madura, khususnya Sumenep sejak abad ke-19. Antara lain, Gempa Madura (Pamekasan dan Sumenep) tahun 1863, Gempa Madura 1881, Gempa Madura 1883, serta Gempa Sumenep–Pulau Sapudi 1891.
Kemudian Gempa Madura 1895, 1896, dan 1904. Selain itu, gempa kembali terjadi pada 1935 dan 1936. Pada abad 20, Gempa Sapudi–Sumenep berkekuatan 6,4 magnitudo mengguncang pada 11 Oktober 2018, yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia, 34 orang luka-luka, serta 210 rumah rusak.
"Selanjutnya, pada 2 Maret 2019, gempa 5,0 magnitudo di Sumenep mengakibatkan enam rumah rusak dan satu orang terluka," paparnya.
Terkait hal ini, BMKG juga memberikan imbauan kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat diminta memastikan kondisi bangunan aman sebelum kembali menempatinya setelah terjadi gempa.
"Agar menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah," imbau Ma’muri.
Ditegaskannya, informasi resmi mengenai kebencanaan hanya disampaikan BMKG melalui kanal komunikasi resmi yang sudah terverifikasi. Hal ini penting untuk menghindari beredarnya informasi keliru di masyarakat.
Reporter: Santi Wahyu/Editor:Widyawati