04 October 2025

Get In Touch

Etika Bisnis Nusantara: Inspirasi dari Suku Baduy

Etika Bisnis Nusantara: Inspirasi dari Suku Baduy

Oleh: Dr.Mochammad Rizaldy insan baihaqqy MM*

Dalam hiruk pikuk dunia bisnis modern yang kerap diwarnai kompetisi ketat, Suku Baduy di pedalaman Banten menghadirkan pelajaran berharga tentang bagaimana etika dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan. Bagi masyarakat Baduy, berdagang dan bekerja bukan semata urusan ekonomi, tetapi bagian dari menjaga harmoni hidup.

Salah satu kata kunci yang menjadi dasar perilaku mereka adalah “pikukuh”—aturan adat yang tidak bisa diganggu gugat. Pikukuh ini menuntun setiap langkah, termasuk dalam aktivitas ekonomi. Mereka diajarkan untuk jujur, tidak menipu, dan tidak merugikan pihak lain. Dalam bahasa korporasi, pikukuh sepadan dengan code of conduct yang menjaga integritas perusahaan.

Kearifan lain tercermin dalam konsep “taneuh” (tanah) yang bukan sekadar aset, melainkan warisan untuk generasi berikutnya. Prinsip ini sejalan dengan nilai sustainability yang kini menjadi standar global: bisnis tidak boleh merusak alam demi keuntungan sesaat.

Ada pula ungkapan “ulah ngareubah parobahan”—jangan merusak keseimbangan. Prinsip ini menekankan bahwa setiap aktivitas, termasuk perdagangan, harus menjaga harmoni dengan sesama manusia dan lingkungan. Jika dalam dunia modern dikenal istilah stakeholder balance, masyarakat Baduy telah mempraktikkannya jauh sebelum istilah itu populer.

Nilai “hirup basajan” (hidup sederhana) mengajarkan efisiensi dan anti-pemborosan. Dalam dunia korporasi, ini sejalan dengan prinsip lean management: memaksimalkan manfaat dengan sumber daya minimal, tanpa kehilangan esensi keberlanjutan.

Etika ini nyata tercermin dalam produk dan usaha yang lahir dari komunitas Baduy. Kain tenun Baduy dengan motif aros atau adu mancung kini dipasarkan hingga kota besar sebagai fashion etnik bernilai tinggi. Ada juga BaduyCraft.com, sebuah platform digital yang mempromosikan hasil kerajinan Baduy ke pasar global dengan pendekatan modern tanpa meninggalkan identitas lokal. Produk lain seperti tas kulit kayu, gelang anyaman, dan madu hutan “Odeng Baduy” menjadi bukti bahwa kearifan sederhana bisa memberi nilai tambah besar ketika dikemas dengan strategi pemasaran yang tepat.

Etika bisnis ala Baduy menegaskan bahwa kesuksesan tidak semata diukur dari laba finansial, melainkan dari kemampuan menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan budaya. Sebuah filosofi Nusantara yang layak menjadi inspirasi global.

Penulis sebagai Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Praktisi Keuangan, Penggerak Literasi Ekonomi UMKM Budaya*

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera di Era Digital
Previous News
Lentera di Era Digital
Lentera Today.
Lentera Today.