
ISTANBUL (Lentera) -Sejumlah aktivis internasional di kapal Global Sumud Flotilla, yang baru saja dideportasi dari Israel, tiba di Istanbul, Turkiye, Sabtu (4/10/2025).
Mereka mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikologis setelah armada kapal bantuan yang mereka tumpangi menuju Gaza dicegat oleh militer Israel.
Armada yang dinamai Global Sumud itu berlayar bulan lalu membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza, wilayah yang dilanda perang. Namun, tentara Israel memblokir kapal-kapal tersebut dan menahan lebih dari 400 orang di dalamnya.
Proses deportasi dimulai pada Jumat (3/10/2025), dan 137 aktivis dari 13 negara telah tiba di Istanbul menggunakan penerbangan sewaan Turkish Airlines. Sebanyak 36 di antaranya merupakan warga negara Turkiye.
"Kami dicegat oleh sejumlah besar kapal militer," ujar Paolo Romano, anggota dewan daerah asal Lombardy, Italia, kepada AFP di Bandara Istanbul.
Romano menceritakan bahwa beberapa kapal disemprot meriam air sebelum diambil alih oleh pasukan Israel bersenjata lengkap.
"Kami dipaksa berlutut, menghadap ke bawah. Kalau kami bergerak, mereka memukul kami. Mereka menertawakan, menghina, dan memukuli kami. Mereka menggunakan kekerasan psikologis dan fisik," ujarnya.
Menurut Romano, para aktivis dipaksa untuk mengakui mereka memasuki wilayah Israel secara ilegal. Namun, ia membantah tudingan tersebut.
"Kami tidak pernah memasuki Israel secara ilegal. Kami berada di perairan internasional dan itu hak kami," tegasnya.
Sesampainya di daratan, para aktivis dibawa ke penjara. Mereka mengaku tidak diberi akses keluar, tidak mendapatkan air minum, dan menghadapi perlakuan intimidatif.
"Mereka membuka pintu pada malam hari sambil meneriaki kami dengan senjata untuk menakut-nakuti. Kami diperlakukan seperti binatang," kata Romano, dikutip Kompas.
Dituduh sebagai provokator
Pemerintah Israel menyebut para aktivis ini sebagai provokator. Dalam unggahan di platform X, Kementerian Luar Negeri Israel menulis bahwa 137 provokator armada Hamas–Sumud telah dideportasi hari ini ke Turkiye.
Di Bandara Istanbul, keluarga para aktivis Turkiye menyambut mereka dengan bendera Turkiye dan Palestina, sambil meneriakkan "Israel pembunuh".
Menurut pengacara para aktivis, setibanya di Istanbul, mereka akan menjalani pemeriksaan medis dan dijadwalkan memberikan kesaksian di pengadilan pada Minggu (5/10/2025).
Pemerintah Turkiye mengecam aksi intersepsi Israel terhadap armada tersebut. Mereka menyebutnya sebagai tindakan terorisme, dan membuka penyelidikan sejak Kamis (2/10/2025).
Menteri Luar Negeri Turkiye, Hakan Fidan, menyampaikan penghargaan terhadap para aktivis.
Dalam unggahan di X, ia menulis bahwa mereka adalah“individu pemberani yang menyuarakan hati nurani kemanusiaan. Ia juga memastikan seluruh warga negara Turkiye akan dipulangkan, tanpa merinci jumlahnya.
Kesaksian aktivis Gaza Flotilla
Iylia Balqis, aktivis berusia 28 tahun asal Malaysia, menyebut intersepsi kapal sebagai pengalaman terburuk dalam hidupnya.
"Kami diborgol dengan tangan di belakang, tidak bisa berjalan. Beberapa dari kami dipaksa berbaring tengkurap di tanah. Kami tidak diberi air, dan beberapa bahkan tidak mendapatkan obat," katanya.
Sementara itu, jurnalis asal Italia, Lorenzo D'Agostino, yang ikut dalam armada untuk meliput perjalanan kemanusiaan tersebut, mengaku mereka diculik di perairan internasional.
“Kami berada 88 kilometer dari Gaza ketika mereka menangkap kami. Dua hari mengerikan kami habiskan di penjara. Kami sekarang bebas berkat tekanan dari publik internasional yang mendukung Palestina,” ujarnya. Kapal Terakhir GSF Ditangkap Militer Israel Artikel Kompas.id
Ia menambahkan, "Saya sangat berharap situasi ini segera berakhir karena perlakuan yang kami terima sangat biadab." Salah satu aktivis asal Libya, Malik Qutait, menyatakan tidak takut dan akan terus mencoba untuk mencapai Gaza.
“Saya akan mengumpulkan kelompok saya, menyiapkan obat-obatan, bantuan, dan kapal. Lalu, saya akan mencoba lagi,” tegasnya.
Di antara sekitar 45 kapal dalam armada tersebut, terdapat sejumlah politisi dan aktivis internasional, termasuk aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg (*)
Editor: Arifin BH