
SURABAYA (Lentera) - Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum pegawai Bank Jatim Cabang Sampang terhadap siswi magang kembali mengguncang publik Jawa Timur.
Anggota Komisi C DPRD Jatim, Nur Faizin, menilai insiden ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan manajemen sumber daya manusia di tubuh bank pelat merah milik Pemprov Jatim tersebut.
“Saya sudah tahu sejak kemarin, karena ada salah satu tim kami yang kirim link berita. Sempat kaget dan langsung saya konfirmasi ke pihak Bank Jatim pusat. Katanya masih ditelusuri,” ungkap Nur Faizin, Rabu (8/10/2025).
Kasus ini menyeruak setelah seorang pegawai Bank Jatim berinisial M.M. diduga melakukan pelecehan terhadap S , siswi SMKN 1 Sampang yang tengah menjalani program magang di Bank Jatim. Peristiwa itu disebut terjadi pada akhir September lalu, saat korban membantu pelayanan di bagian customer service.
Informasi yang dihimpun menyebut, pelaku melakukan tindakan tidak pantas mulai dari memegang tangan korban berulang kali hingga meraba area sensitif. Dugaan ini sontak memicu kemarahan publik, apalagi pelaku disebut pernah terseret kasus serupa di cabang Bank Jatim lain.
Menurut Nur Faizin, jika kabar tersebut benar, berarti Bank Jatim telah gagal menjaga integritas internal dan melakukan pembinaan terhadap pegawainya.
“Info yang saya terima, terduga pelaku ini orang yang sama dengan kasus serupa di Cabang Sumenep dan Cabang Sampang. Harusnya orang seperti ini jangan dilindungi, harus dipecat dari Bank Jatim,” tegasnya.
Politisi PKB asal Sumenep itu menilai, kejadian ini menambah panjang daftar masalah yang mendera Bank Jatim. Selain persoalan kredit yang sempat menyeret nama mantan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, kini muncul lagi persoalan etik dan moral di tingkat pegawai.
Faizin juga menyoroti lemahnya peran bagian SDM dan pengawasan internal Bank Jatim. Ia menyebut, jika benar pelaku merupakan orang yang sama dari kasus sebelumnya, berarti ada pembiaran dari manajemen.
“Bank Jatim harus menindak tegas pelaku predator seksual ini. Jika memang terbukti, maka bank juga wajib memberikan pendampingan psikologis kepada korban, karena kejadiannya masih di lingkungan dan kewenangan Bank Jatim,” ujarnya.
Lebih lanjut, Faizin menegaskan perlunya penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten di tubuh Bank Jatim. Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mengelola uang rakyat, Bank Jatim dituntut untuk transparan dan akuntabel dalam menangani kasus yang mencoreng nama institusi.
“Bank Jatim harus transparan, akuntabel, dan profesional. Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga ini melindungi pelaku,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut soal hasil komunikasinya dengan pihak manajemen Bank Jatim, Faizin mengaku belum mendapat jawaban yang memadai.
“Sejak saya dapat kiriman berita itu, saya langsung kirim pesan WhatsApp ke Direktur Kepatuhan, Bu Umi Rodiyah. Jawabannya hanya akan dilakukan pengecekan, tapi sampai sekarang belum ada kabar apa-apa. Sangat lamban menangani masalah ini, ada apa?” ujarnya dengan nada heran.
Ia memperingatkan, lambannya respons Bank Jatim bisa menimbulkan persepsi negatif di tengah masyarakat, seolah lembaga tersebut menutup-nutupi tindakan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pegawainya sendiri.
“Kalau lamban begini, publik bisa menilai Bank Jatim melindungi pelaku pelecehan seksual. Ini berbahaya bagi citra BUMD yang harusnya menjadi contoh integritas dan profesionalisme,” imbuhnya.
Sampai berita ini diturunkan, pihak Bank Jatim Cabang Sampang maupun manajemen pusat belum memberikan tanggapan resmi terkait kasus ini.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH