27 October 2025

Get In Touch

Umrah Mandiri Perlu Edukasi dan Regulasi Turunan yang Jelas

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wiayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, dalam acara temu agen Chatour di Surabaya, Jumat (24/10/2025)
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wiayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, dalam acara temu agen Chatour di Surabaya, Jumat (24/10/2025)

SURABAYA (Lentera) - Pemerintah telah membuka kran untuk umrah mandiri berdasarkan undang-undang UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, atau selanjutnya disebut sebagai UU PIHU. Namun demikian, perlu adanya edukasi dan regulasi turunan yang jelas, sebab bisa berisiko bagi jemaah jika menghadapi kendala saat berada di Tanah Suci.

Pandangan terebut seperti disampaikan Direktur Utama Chatour Travel, Khusaini Basir. Untuk itu Basir mengharapkan masyarakat supaya benar-benar memiliki pengetahuan dan siap sebelum menentukan untuk memilih umrah mandiri yang tanpa pendampingan.

Dia mengatakan bahwa umrah mandiri bukan berarti bebas dari aturan. Tanpa adanya pendampingan ditambah dengan minimnya pemahaman maka bisa berisiko bagi Jemaah. “Akan berisiko jika Jemaah mengalami kendala di Tanah Suci,” katanya di Surabaya, Jumat (24/10/2025).

Kendala Jemaah saat di Tanah Suci baik di Madinah maupun Makkah mungkin terjadi, seperti sakit karena adaya perbedaan cuaca dan penyebab lainnya. Kemudian bisa juga Jemaah tersesat sementara Jemaah tidak menguasai Bahasa di sana. Belum lain adanya kendala terkait dengan kebijakan, regulasi, dan situasi yang mungkin terjadi.

“Maka, biro perjalanan tetap berperan penting dalam memastikan keamanan, kenyamanan, dan pendampingan Jemaah, karena travel yang bertanggung jawab. Karena itu, sebelum memilih mandiri, masyarakat harus tahu konsekuensinya” katanya.

Khusaini Basir menjelaskan, sejauh ini pihak travel khususnya Chatour selalu memberikan pelayanan dan pendampingan untuk memastikan keamanan, kenyamanan mulai dari Jemaah berangkat dari tanah air, kemudian selama berada di Tanah Suci hingga kembali dan tiba di Tanah Air.

“Chatour Travel memiliki lebih dari 400 agen resmi di Indonesia dan melayani keberangkatan sekitar 14.000-16.000 jemaah setiap musim,” katanya.  

Basir menandaskan Chatour juga telah mencapatkan kepercayaan dari Pemerintah dengan mengantongi izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) sejak Februari 2025. Bahkan, hingga Oktober 2025 ini sudah lebih dari 400 pendaftar haji khusus.

Sedangkan untuk memberikan kemudahan, Basir mengatakan pihaknya menyediakan layanan cicilan melalui program BUMN yang memiliki arti yakni "Berangkat Umrah Metode Nyicil.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wiayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, mengatakan kebijakan baru di sektor haji dan umrah ini membawa peluang sekaligus tantangan. Namun, fokus utama pemerintah adalah memastikan standar pelayanan seragam dan perlindungan jamaah di seluruh Indonesia.

“Orientasi utama pemerintah adalah layanan. Sinergi antara biro pusat dan agen daerah menjadi fondasi utama keberlanjutan usaha dan perlindungan jamaah,” pungkas As’adul.

Sehigga supaya kebijakan pemerintah terkait umrah mandiri ini bisa berjalan berkelanjutan, maka penting adanya kerja bersama antara pemerintah, biro pusat, dan agen daerah. “Program ini harus dibesarkan bersama, kita topang bersama agar tetap berkelanjutan,” ujarnya.

As’adul menyebutkan, Kemenag tidak membuka izin baru untuk biro perjalanan.  Meski demikian tetap memperbolehkan agen beroperasi di bawah pengawasan biro pusat. Dia menandaskan agen boleh memasarkan, tapi harus ada kepercayaan dan koordinasi dengan kantor pusat.

Hal itu mengaca dari pengalaman pahit para jemaah yang gagal berangkat karena adanya penipuan. Bahkan nilai kerugian jamaah mencapai miliaran. “Hal itu akibat lemahnya pengawasan dan manajemen biro. Transparansi dan tanggung jawab adalah kunci. ” katanya.

“Kata kuncinya manajemen. Biro yang dikelola dengan baik akan bertahan, tapi yang acak-acakan akan tumbang,” sambungnya.

Terlebih lagi, lanjut As’adul, Jawa Timur memiliki potensi besar dalam penyelenggaraan ibadah ke Tanah Suci. Jumlah jemaah umrah asal Jatim mencapai 250 ribu orang per tahun, sedangkan kuota haji reguler 35.192 jamaah. Daftar tunggu haji kini menembus 1,1 juta orang, dengan potensi tambahan kuota sekitar 7.000 jamaah di tahun mendatang.

Terkait As’adul biaya perjalanan dan penugasan petugas haji, As’adul menjelaskan, hal itu mengacu pada Standar Biaya Umum (SBU) yang disesuaikan dengan jabatan dan tanggung jawab masing-masing petugas. “SBU ini sudah diatur, bukan ditetapkan sepihak,” katanya.

Ia juga menambahkan, nilai manfaat dana haji kini dapat dipantau secara real-time melalui aplikasi resmi Kemenag, meski belum seluruh jamaah memahami fitur tersebut.

Terkait dengan pelayanan, As’adul mengungkapkan, mulai 2026, Pemerintah Arab Saudi akan membatasi jumlah syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji dari delapan menjadi dua. “Tahun depan hanya ada dua syarikah, yakni Reken Masyarik dan Betges,” katanya.

Kebijakan ini dinilai memperketat pengawasan kualitas layanan, meski mengurangi kompetisi antarpenyedia. “Ada sisi positif dan negatif. Kualitas meningkat, tapi pilihan menjadi lebih terbatas,” tambahnya. (*)

Reporter : Lutfi
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.