05 November 2025

Get In Touch

Anggaran Menurun, Disnaker-PMPTSP Kota Malang Minta Kebijakan Khusus untuk Perlindungan Pekerja Informal

Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan. (Santi/Lentera)
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan. (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) -Proyeksi penurunan Anggaran pada tahun 2026 membuat Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang mengharap kebijakan khusus dari Wali Kota. Langkah bertujuan agar program perlindungan ketenagakerjaan bagi pekerja informal tetap berjalan.

Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, menyebut dari total anggaran sebesar Rp7,2 miliar pada tahun 2025, Disnaker-PMPTSP hanya mendapatkan sekitar Rp4 miliar lebih untuk tahun anggaran 2026.

"Karena kebutuhan kami itu sekitar Rp5,3 miliar, jadi yang ter-cover baru sekitar Rp2 koma sekian miliar. Itu untuk satu tahun dan mencakup sekitar 25 ribu jiwa," ujar Arif, Selasa (4/11/2025).

Menurut Arif, penurunan anggaran tersebut juga dipengaruhi oleh berkurangnya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima Kota Malang. Jika sebelumnya DBHCHT mencapai sekitar Rp70 miliar, pada tahun 2026 jumlahnya diproyeksi menurun hingga Rp40 miliar lebih.

Kondisi ini membuat pihaknya harus melakukan penyesuaian dan menunggu kebijakan khusus dari Wali Kota Malang. Agar program perlindungan bagi pekerja informal tetap dapat berjalan optimal. "Harapannya nanti akan ada kebijakan dari Pak Wali," katanya.

Arif menjelaskan, program perlindungan bagi pekerja informal tersebut merupakan bagian dari implementasi Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Kota Malang ditargetkan dapat meng-cover minimal 40 persen pekerja informal dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan pada tahun 2025.

"Targetnya sampai akhir tahun 2025 itu sekitar 25 ribu pekerja informal sudah terdaftar dalam program Jamsostek," jelasnya.

Sejak Oktober 2025 program ini sudah mulai disalurkan. Dari total 43 ribu data pekerja yang masuk ke Disnaker-PMPTSP, hanya 15 ribu yang dinyatakan lolos verifikasi karena berbagai kendala administrasi.

"Yang tidak lolos itu karena alamatnya tidak jelas, NIKnya tidak sesuai, atau datanya ganda. Kami juga menerima usulan dari berbagai kelompok seperti RT, Supeltas, kelompok tani, pedagang, dan UMKM," katanya.

Untuk 15 ribu pekerja yang lolos verifikasi, Disnaker-PMPTSP telah menyalurkan dana sekitar Rp250 juta sejak Oktober lalu. Sementara untuk bulan November ini, terdapat tambahan pengusulan sekitar 7.000 pekerja lagi yang sedang dalam proses verifikasi.

"Kalau ditotal, nanti di November ini kemungkinan naik jadi 22 ribuan pekerja informal yang sudah tercover," tambah Arif.

Menurutnya, pekerja informal yang sudah terdaftar mencakup berbagai sektor, termasuk pengemudi ojek online (ojol) sebanyak 5.500 orang.

Arif menjelaskan, setiap pekerja informal yang terdaftar mendapatkan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran sebesar Rp16.800 per bulan, yang seluruhnya ditanggung oleh pemerintah daerah melalui DBHCHT.

"Mulai Oktober kemarin sudah ter-cover karena SK pengusulan baru keluar bulan itu. Nama-nama peserta kami serahkan ke BPJS Ketenagakerjaan, diverifikasi, lalu keluar hasilnya. Dari situ BPJS mengirim tagihan ke kami, dan pembayarannya langsung dilakukan BKAD ke BPJS Ketenagakerjaan," paparnya.

Dengan mekanisme tersebut, dikatakannya, peserta yang sudah terdaftar langsung memperoleh hak perlindungan selama satu tahun. "Kalau misalnya hari itu juga ada kecelakaan kerja atau meninggal, klaimnya bisa langsung dikeluarkan karena sudah aktif selama satu tahun penuh," pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.