11 November 2025

Get In Touch

Pakar Untag : Perlu Penguatan Sistem Informasi BPN untuk Mencegah Sertifikat Ganda

Pakar Sistem Informasi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Supangat.
Pakar Sistem Informasi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Supangat.

SURABAYA (Lentera) — Pakar Sistem Informasi dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Supangat, menilai kelemahan struktural sistem menjadi penyebab terjadinya kasus setifikasi ganda pada tanah. Untuk itu, perlu penguatan pada sistem tersebut.

Dia menandaskan, kasus sertifikat ganda yang kembali ditemukan pada beberapa bidang tanah menjadi pengingat serius akan perlunya pembenahan sistem administrasi pertanahan. Saat ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) memperkuat sistem teknologi informasi pertanahan guna meningkatkan keandalan data dan mencegah terulangnya duplikasi dokumen.

“Tinjauan dari perspektif teknologi informasi menunjukkan adanya kelemahan pada keandalan data, pelacakan perubahan, keterkaitan antara data fisik dan yuridis, serta pengendalian terhadap duplikasi,” kata Supangat, Sabtu (8/11/2025).

Dosen yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor 2 Untag ini menjelaskan, bidang tanah semestinya memiliki identitas tunggal yang menghubungkan data fisik seperti peta dan batas lahan dengan data yuridis seperti hak kepemilikan. Jika sistem tidak terintegrasi, potensi duplikasi akan terus muncul.

Supangat mengusulkan strategi komprehensif untuk memperkuat sistem informasi pertanahan nasional. Rekomendasi utamanya adalah penerapan basis data terpadu dengan satu sumber data utama.

“Setiap bidang tanah harus memiliki identitas unik seperti Nomor Identifikasi Bidang (NIB) yang digunakan dalam seluruh proses administrasi. Data fisik dan yuridis harus terintegrasi dalam satu basis data yang dikelola secara konsisten,” jelasnya.

Untuk mencegah duplikasi, ia mendorong penggunaan sistem verifikasi canggih yang mampu melakukan pemeriksaan otomatis. Integrasi dengan pemetaan digital diharapkan memungkinkan deteksi dini terhadap tumpang tindih atau klaim ganda.

Ia juga menilai teknologi blockchain dapat menjadi solusi jangka panjang. “Blockchain dan token NFT dapat memberikan sidik digital unik pada setiap bidang tanah sehingga lebih sulit dipalsukan,” ujarnya.

Transformasi menuju sertifikat elektronik dianggap menjadi pilar penting lainnya. Melalui digitalisasi dokumen dan layanan, risiko kehilangan dokumen fisik maupun pemalsuan dapat ditekan.

“Aplikasi publik seperti Sentuh Tanahku memudahkan masyarakat mengecek status tanah secara daring. Ini bentuk transparansi yang harus diperluas,” tambah Supangat.

Ia juga mendorong otomatisasi proses administratif. Setiap tahapan registrasi harus tercatat secara digital sehingga kesalahan dapat dilacak dan diperbaiki secara cepat. Dashboard pemantauan internal dinilai perlu untuk mendeteksi bidang tanah yang berpotensi bermasalah.

Supangat menegaskan pentingnya integrasi data antara BPN dan instansi lain seperti pemerintah desa/kelurahan, pemerintah daerah, lembaga perpajakan, hingga badan pengukuran. Kolaborasi lintas lembaga akan mempercepat validasi data dan meningkatkan akurasi.

Untuk data lama yang rentan masalah, ia menyarankan audit menyeluruh. “Data sebelum 1980 atau yang belum terdigitalisasi sering menjadi sumber masalah. Program seperti PTSL harus dilengkapi fitur penanda untuk bidang berisiko tinggi,” tegasnya.

Supangat juga menekankan seluruh proses perubahan hak atas tanah wajib terekam secara digital untuk menjamin akuntabilitas.

“Langkah pembenahan yang dilakukan BPN diharapkan menciptakan sistem pertanahan yang lebih tangguh, akuntabel, dan mampu memberikan layanan cepat serta terpercaya, sekaligus mencegah kasus sertifikat ganda di masa depan,” pungkasnya. (*)

 

Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.