JAKARTA (Lentera) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan jabatan dan proyek pekerjaan di RSUD dr. Haryono, Kabupaten Ponorogo. Keempatnya adalah SUG (Bupati Ponorogo), AGP (Sekretaris Daerah Ponorogo), YUM (Direktur RSUD dr. Haryono), dan SC (pihak swasta rekanan proyek RSUD Ponorogo).
Wakil Ketua KPK bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan penetapan tersangka ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Jumat (7/11/2025). Dalam OTT tersebut, tim KPK mengamankan 13 orang serta barang bukti uang tunai Rp500 juta yang diduga sebagai bagian dari transaksi suap.
Guntur menyebutkan 13 orang yang diamankan yaitu SUG; AGP; YUM; SC; AP, Kepala Bidang Mutasi Pemerintahan Kabupaten Ponorogo; NK, Sekretaris Direktur Utama RSUD Ponorogo; ELW, adik dari Bupati Ponorogo; IBP, pihak swasta; SRY, pihak swasta atau pemilik toko kelontong; KKH, tenaga ahli Bupati Ponorogo; ED, pegawai Bank Jatim; BD, ADC Bupati Ponorogo; dan ZR, ADC Bupati Ponorogo.
“Kegiatan penangkapan ini terkait tindak pidana korupsi suap pengurusan jabatan serta suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, termasuk penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo,” ujar Asep Guntur di Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
Modus dan Kronologi Kasus
Kasus ini bermula ketika YUM, Direktur RSUD dr. Haryono, mendapat informasi bahwa dirinya akan diganti dari jabatannya. Untuk mempertahankan posisinya, YUM berkoordinasi dengan Sekda AGP dan menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Bupati SUG.
“Nah di sini, seperti tadi saya sampaikan bahwa bagi pejabat-pejabat yang sudah menduduki jabatannya tersebut kemudian ketika mendengar akan ada pergantian atau mutasi yang bersangkutan berusaha untuk mempertahankan jabatannya dengan memberikan sesuatu,” katanya.
Kemudian, dalam kurun waktu Februari hingga November 2025, terjadi tiga kali penyerahan uang dengan total mencapai Rp1,25 miliar. Penyerahan itu diantaranya pada bulan Februari 2025 dilakukan penyerangan melalui ajudan SUG sejumlah Rp400 juta. Kemudian pada April sampai dengan Agustus 2025, YUM menyerahkan uang kepada AGP senilai Rp325 juta.
“Selanjutnya pada November 2025, YUM kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui saudara NNK kerabat SUG. Nah, yang terakhir inilah yang kemudian kita tangkap. Jadi saat proses penyerahannya yang Rp 500 juta pada awal November atau beberapa hari yang lalu itu yang kita lakukan penangkapan. Sehingga total uang yang telah diberikan YUM dalam 3 kali penyerahan uang tersebut mencapai Rp1,25 miliar, dengan rincian untuk SUG sebesar Rp900 juta dan AGP sebesar Rp325 juta. Dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat yang lalu ya tanggal 7 November 2005 tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan,” jelas Guntur
Guntur juga menjelaskan bahwa sebelum OTT pada tanggal 7 November 2025, SUG meminta uang kepada YUM senilai Rp1,5 miliar. Kemudian pada 6 November 2025, SUG menagih uang tersebut. “Jadi tanggal 3 November itu minta uangnya ya Rp1,5 miliar, kemudian pada tanggal 6 November, SUG kembali lagi meminta uang tersebut. Karena diminta dulu kemudian ya tidak langsung ada uangnya, ya cari-cari dulu seperti itu. Kemudian pada tanggal 6 setelah ditagih YUM meminta saudari IBP untuk berkoordinasi dengan saudari ED selaku pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai 500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan YUM kepada SUG melalui saudara NNK selaku kerabat dari SUG,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Guntur, SUG yang saat itu ada kegiatan dan tidak bisa menemui YUM, meminta pada NNK untuk menerima uang dari YUM, tapi NNK tidak mengetahui untuk apa uang tersebut. Selanjutnya, NNK melaporkan bahwa uang sudah ada pada dirinya dan sudah disimpan. “Artinya tetap dalam penguasaan saudara SUG. Uang tunai sejumlah 500 juta tersebut kemudian diamankan sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap tangan,” kata Guntur.
Selain itu, penyidik juga menemukan indikasi suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo senilai Rp14 miliar. Atas proyek tesebut YUM meminta pada SC, selaku rekanan proyek, untuk memberikan fee proyek sebesar 10% atau sekitar Rp1,4 miliar. Uang tersebut kemudian sebagian diserahkan kepada Bupati SUG melalui perantara.
“YUM kemudian menyerahkan uang tersebut kepada SUG melalui SGH selaku ADC Bupati, dan dari ELW selaku adik Bupati Ponorogo. Selain itu juga penyidik menemukan penerimaan-penerimaan lainnya,” lanjur Guntur.
Penerimaan lain yang dilakukan SUG itu dalam periode 2023 sampai dengan 2025. Diduga SUG menerima uang senilai Rp 225 juta dari YUM. Selain itu pada Oktober 2025 SUG juga menerima uang sebesar Rp75 juta dari EEA, selaku pihak swasta.
“Dugaan suap ini baru pada Dinas atau pada Rumah Sakit Ponorogo ya, jadi karena beberapa saksi yang diminta keterangan itu dari RUSD rumah sakit Haryono Ponorogo jadi terkait dengan proyek-proyek yang ada di RS Ponorogo,” katanya.
Dampak Sistemik dan Catatan Integritas
Asep Guntur menyoroti bahwa praktik suap jabatan seperti ini merusak tata kelola sumber daya manusia (SDM) aparatur sipil negara. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, skor pengelolaan SDM nasional hanya 65,93, menandakan potensi korupsi masih tinggi. Khusus Kabupaten Ponorogo, skor SPI juga menurun dari 75,87 pada 2023 menjadi 73,43 pada 2024, dengan komponen pengelolaan SDM anjlok dari 78,27 menjadi 71,76.
“Kasus ini mengonfirmasi data penurunan integritas tersebut. Praktik jual beli jabatan membuat pejabat tidak lagi dipilih berdasarkan kompetensi, melainkan karena kemampuan membayar,” tegas Asep.
Guntur menyebutkan ketika masa jabatan itu akan selesai maka seharusnya dilakukan evaluasi terhadap jabatan tersebut apakah para pejabatnya kompeten di bidangnya dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Namun, terjadi manipulasi pada system, sehingga siapa yang memberikan bayaran dia yang akan menempati tempat tersebut. Untuk mempertahankan diri, maka para pejabat yang duduk di jabatan tertentu itu akan berusaha memperpanjang jabatannya dengan membayar sesuatu atau memberikan sesuatu kepada pejabat yang berwenang.
“Hal ini sekaligus menjadi peringatan baik Kabupaten Ponorogo, pemerintah daerah lainnya, maupun seluruh kementerian lembaga agar melakukan pembenahan menyeluruh dalam hal tata kelola khususnya SDM terkait dengan perkaranya,” tandas Guntur.
Status Hukum dan Penahanan
Bupati SUG dan Sekda AGP disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagai pihak penerima suap.
YUM dan SC diduga sebagai pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.
Keempat tersangka ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak Sabtu (8/11/2025) hingga 27 November 2025 di Rutan KPK Cabang Merah Putih.
Langkah Lanjutan
KPK menyatakan akan mendalami kemungkinan adanya praktik serupa di dinas-dinas lain di lingkungan Pemkab Ponorogo. Lembaga antirasuah juga menegaskan komitmennya memperkuat fungsi koordinasi, supervisi, dan pencegahan korupsi di seluruh pemerintah daerah.
“Kami mengapresiasi masyarakat Ponorogo yang berani melaporkan dugaan korupsi ini. Dukungan publik adalah kunci bagi pemberantasan korupsi yang berkelanjutan,” tutup Guntur. (*)
Editor : Lutfiyu Handi





