22 November 2025

Get In Touch

Jaring Laba-laba Terbesar di Dunia Ditemukan, Dihuni Lebih dari 111 Ribu Arakhnida

Jaring Laba-laba Terbesar di Dunia Ditemukan, Dihuni Lebih dari 111 Ribu Arakhnida

SURABAYA ( Lentera ) - Temuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal Subterranean Biology, mengungkap bahwa jaring kolosal itu membentang hingga 106 meter persegi, luasnya setara dengan lapangan badminton. Para peneliti menyebut, jaring itu bukan hasil karya satu laba-laba raksasa, melainkan hasil kerja sama dua spesies berbeda yang hidup berdampingan dalam harmoni langka di dunia arakhnida.

Dari hasil analisis genetik, koloni ini terdiri dari sekitar 69.000 ekor Tegenaria domestica, laba-laba rumah yang biasa ditemukan di ruang bawah tanah, dan 42.000 ekor Prinerigone vagans. Kedua spesies tersebut membangun jaringan sutra yang saling terhubung membentuk satu struktur kompleks yang berfungsi sebagai rumah, perangkap, sekaligus sistem ekologi mandiri.

 

“Alam masih menyimpan banyak kejutan bagi kita,” ujar István Urák, ahli biologi dari Sapientia Hungarian University of Transylvania, dikutip dari Live Science.

Ia menggambarkan pertemuan pertamanya dengan koloni tersebut sebagai “momen penuh kekaguman dan rasa syukur.”

 

Jaring laba-laba raksasa ini ditemukan di lingkungan ekstrem—gua berliku yang dilalui aliran air panas kaya sulfur dengan aroma menyengat seperti telur busuk. Gua Sulfur merupakan bagian dari jaringan bawah tanah yang terbentuk oleh Sungai Sarandaporo yang mengikis batuan kapur di wilayah tersebut, menciptakan ngarai Vromoner (dari bahasa Yunani, berarti “air bau”).

 

Tidak seperti kebanyakan ekosistem di Bumi yang bergantung pada sinar matahari, kehidupan di gua ini tidak memerlukan fotosintesis. Energi justru dihasilkan melalui proses chemoautotrophy, di mana mikroorganisme memanfaatkan reaksi kimia dari senyawa sulfur untuk bertahan hidup.

Lapisan biofilm bakteri putih menempel di dinding gua dan menjadi sumber makanan bagi larva serta lalat kecil (terutama dari genus Chironomid). Serangga-serangga inilah yang kemudian menjadi santapan bagi ribuan laba-laba penghuni gua, membentuk rantai makanan lengkap tanpa bantuan sinar Matahari.

Bagian terbesar jaring koloni ditemukan di dinding gua yang dipenuhi gerombolan lalat kecil, surga bagi ribuan laba-laba lapar yang menunggu mangsa jatuh ke dalam perangkap sutra mereka.

Biasanya, kedua spesies laba-laba tersebut hidup terpisah dan bahkan bersifat teritorial. Namun, kegelapan total dan lingkungan beracun tampaknya mengubah perilaku mereka. Para peneliti berpendapat bahwa kondisi ekstrem gua membuat penglihatan mereka melemah dan tingkat agresivitas menurun, sehingga mereka mampu hidup berdampingan secara damai.

 

“Penemuan tak terduga masih bisa terjadi. Beberapa spesies menunjukkan plastisitas genetik luar biasa dalam menghadapi kondisi ekstrem,” kata Urák.

 

Uji DNA juga mengungkap bahwa laba-laba Gua Sulfur memiliki mikrobioma unik di usus mereka, berbeda dari kerabatnya di permukaan bumi. Mereka memiliki lebih sedikit jenis bakteri, menandakan adaptasi evolusioner terhadap lingkungan yang kaya sulfur.

 

Para peneliti menilai koloni ini layak mendapat perlindungan khusus, meski tantangan administratif muncul karena gua tersebut berada di dua negara.

 

Temuan ini bukan hanya rekor baru dalam dunia arakhnologi, tetapi juga menjadi contoh luar biasa tentang bagaimana kehidupan bisa beradaptasi tanpa cahaya, di tempat beracun dan tak ramah manusia. Dari mikroba yang hidup dari reaksi kimia, hingga ribuan laba-laba yang bekerja sama membangun jaring raksasa, Gua Sulfur menjadi bukti nyata bahwa alam selalu menemukan cara untuk bertahan, bahkan di tempat paling aneh sekalipun.(Ist,bio/dya)

 

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.