11 November 2025

Get In Touch

Baru 40 Persen SPPG Miliki SLHS, Dinkes Malang Sebut Proses Uji Laboratorium Butuh Waktu

Ilustrasi: Wakil Bupati Malang, Lathifah Shohib meninjau salah satu dapur SPPG di Kecamatan Karangploso. (dok. Prokopim Kab Malang)
Ilustrasi: Wakil Bupati Malang, Lathifah Shohib meninjau salah satu dapur SPPG di Kecamatan Karangploso. (dok. Prokopim Kab Malang)

MALANG (Lentera) - Hingga awal November 2025, baru sekitar 40 persen dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Malang yang telah mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). 

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang menyebut, proses uji laboratorium yang memerlukan waktu hingga lebih dari satu minggu, menjadi salah satu kendala penerbitan sertifikat untuk dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) tersebut.

"(SPPG yang mengantongi SLHS) belum ada separoh dari dapur SPPG yang sudah beroperasi. (Kendala utamanya) lebih banyak dari sisi waktu untuk pemeriksaan laboratorium. Bisa satu minggu lebih," ujar Plt Sekretaris Dinkes Kabupaten Malang, Gunawan Djoko Untoro, dikonfirmasi melalui pesan singkat, Selasa (11/11/2025).

Dijelaskannya, berdasarkan hasil pemutakhiran data per 3 November 2025, terdapat 87 SPPG yang telah beroperasi di Kabupaten Malang. Dari jumlah tersebut, 35 di antaranya telah memiliki SLHS.

"Yang belum beroperasi itu ada 23 SPPG. Kemudian dari jumlah SPPG yang sudah operasional, itu semuanya juga sudah mengikuti pelatihan keamanan pangan siap saji," jelasnya.

Selain itu, Gunawan juga menyebutkan sebanyak 2.475 relawan dari seluruh SPPG telah mengikuti pelatihan keamanan pangan siap saji. Menurutnya, pelatihan tersebut merupakan salah satu tahapan penting untuk memastikan setiap penyelenggara MBG memahami standar kebersihan dan keamanan pangan sebelum memperoleh SLHS.

"Pelatihan atau kursus penjamah pangan masih akan terus bertambah. Untuk yang SLHS, itu bergantung pada masing-masing SPPG dalam melengkapi persyaratannya," katanya.

Gunawan menambahkan, Dinkes Kabupaten Malang berperan membantu memfasilitasi percepatan penerbitan SLHS. Namun, target pencapaian secara keseluruhan tetap ditentukan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga yang menaungi program MBG secara nasional.

"Kalau target, yang menentukan justru dari BGN sendiri. Tugas Dinkes membantu memfasilitasi percepatannya. Untuk pemenuhan persyaratan tergantung kesiapan masing-masing SPPG," terangnya.

Lebih lanjut, dalam upaya mendukung percepatan penerbitan SLHS, pihaknya juga telah melaksanakan sejumlah langkah. Di antaranya, mengundang kepala SPPG beserta yayasan atau mitra MBG untuk mengikuti sosialisasi percepatan penerbitan SLHS, serta menggelar koordinasi pelatihan keamanan pangan siap saji secara berkala.

Selain pelatihan, Dinkes juga melakukan sosialisasi teknologi tepat guna untuk memperbaiki kualitas air dan pengelolaan limbah di lingkungan SPPG. Upaya lain dilakukan melalui inspeksi kesehatan lingkungan yang melibatkan petugas puskesmas setempat.

"Yang jelas, dalam melakukan percepatan penerbitan SLHS, kami tetap mempertahankan standar. Semua SPPG diwajibkan mengurus SLHS," tegas Gunawan.

Dikatakannya, Dinkes juga secara rutin melakukan pengecekan terhadap seluruh proses penyelenggaraan MBG, mulai dari tahap produksi, distribusi, hingga penyimpanan sampel makanan. Setiap dapur SPPG wajib menerapkan standar waktu pengolahan dan distribusi yang ketat.

"Jangka waktu antara selesai masak hingga konsumsi maksimal empat jam. Proses produksi dan distribusi dilakukan dua batch untuk makan pagi dan siang, sedangkan penyimpanan sampel makanan dilakukan selama dua kali 24 jam," katanya.

 

Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.