MADIUN (Lentera) – Keputusan pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto pada Peringatan Hari Pahlawan 2025, mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan.
Salah satunya dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Madiun, yang menilai keputusan tersebut sebagai bentuk penghargaan atas jasa besar Soeharto dalam membangun fondasi ekonomi dan arah pembangunan nasional.
Ketua DPD Golkar Kota Madiun, Bagus Rizki menyebut Soeharto bukan sekadar pemimpin politik, melainkan arsitek pembangunan yang menanamkan disiplin dan visi jangka panjang bagi bangsa.
“Harus kita akui bersama bahwa di era beliau, Indonesia bisa mencapai swasembada pangan. Haluan pembangunan kala itu jelas, terukur, dan memiliki tahapan. Semua sektor bergerak dalam satu arah, yaitu kesejahteraan rakyat,” ujar Bagus Rizki, Selasa (11/11/2025).
Bagus mengingatkan kembali, keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan pada dekade 1980-an — tonggak sejarah yang diakui dunia. Ia menilai capaian itu bukan semata hasil kebetulan, melainkan buah dari kebijakan yang berpihak pada petani melalui pembangunan irigasi, penyuluhan, serta penerapan teknologi pertanian yang sistematis.
“Capaian itu lahir dari kepemimpinan yang terencana. Ada visi, ada konsistensi, dan ada semangat membangun dari desa,” tambahnya.
Menurut Bagus, kebijakan pembangunan berjangka yang digagas Soeharto melalui Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Pembangunan Lima Tahun (PELITA) mencerminkan pola pikir strategis yang masih relevan diterapkan hingga kini.
“Pak Harto membangun arah yang jelas. Ia menata fondasi ekonomi, menjaga stabilitas politik, dan menyiapkan infrastruktur yang menopang kemajuan bangsa. Banyak kebijakan masa kini sejatinya merupakan kelanjutan dari visi beliau,” ujarnya.
Bagi Golkar, penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto memiliki makna historis dan emosional tersendiri. Partai yang tumbuh besar di masa Orde Baru itu, melihat keputusan pemerintah sebagai pengakuan terhadap kontribusi Soeharto dalam menjaga stabilitas dan mempercepat pembangunan.
“Sebagai kader Golkar, kami tentu bangga dan bersyukur. Namun yang lebih penting, kita belajar dari semangat beliau: bahwa pembangunan harus terencana dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat,” kata Bagus menegaskan.
Ia juga berharap, keputusan ini menjadi momentum refleksi bagi generasi muda untuk memahami sejarah secara utuh — tanpa menutup mata terhadap sisi gelap masa lalu, namun juga tanpa mengabaikan jasa besar dalam membangun negeri.
“Setiap pemimpin punya catatan, tapi juga punya jasa. Dan dalam konteks pembangunan nasional, jasa Pak Harto terlalu besar untuk dihapus dari ingatan bangsa,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025, yang diumumkan pada 6 November 2025.
Mereka adalah H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari Jawa Timur, Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto dari Jawa Tengah, Marsinah dari Jawa Timur, Mochtar Kusumaatmaja dari Jawa Barat, Rahma El Yunusiyyah dari Sumatera Barat, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo dari Jawa Tengah, Sultan Muhammad Salahuddin dari Nusa Tenggara Barat, Syaikhona Muhammad Kholil dari Jawa Timur, Tuan Rondahaim Saragih dari Sumatera Utara, dan Zainal Abidin Syah dari Maluku Utara.
Penetapan nama-nama tersebut diumumkan saat peringatan Hari Pahlawan Nasional 10 November 2025, sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar para tokoh yang telah memberi kontribusi penting bagi kemerdekaan, persatuan, dan kemajuan bangsa Indonesia.
Reporter: Wiwiet Eko Prasetyo/Editor: Ais




