16 November 2025

Get In Touch

Keren! Pembatik Kota Batu Anjani Sulap Limbah Perca Jadi Pakaian Batik, Lestarikan Motif Banteng

Anjani Batik Galeri yang didalamnya terdapat Galeri Batik Banteng Agung dan Taman Wisata Edukasi Batik Banteng Agung di Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji. Sumber foto : Dok.Anjani.
Anjani Batik Galeri yang didalamnya terdapat Galeri Batik Banteng Agung dan Taman Wisata Edukasi Batik Banteng Agung di Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji. Sumber foto : Dok.Anjani.

BATU (Lentera)- Pembatik asal Kota Batu, Jawa Timur yakni Anjani Sekar Arum (34), terus berinovasi dalam melestarikan batik dengan ciri khas yang dimilikinya yakni motif Banteng Agung. Ia memanfaatkan perca atau limbah kain diubah menjadi pakaian batik ready to wear atau siap pakai.

Langkah ini diambil untuk mengurangi limbah industri fesyen dengan tetap memberi sentuhan motif Batik Banteng Agung. 

Perempuan tersebut merupakan pemilik Anjani Batik Galeri yang didalamnya terdapat Galeri Batik Banteng Agung dan Taman Wisata Edukasi Batik Banteng Agung di Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji.

"Kami sekarang lagi fokus pengembangan produk ready to wear. Kami memfokuskan untuk selain memproduksi kain batik, juga memproduksi produk siap pakai itu," ujar Anjani pada Jumat (14/11/2025). 

Anjani mengatakan, pemanfaatan limbah atau kain perca jenis batik dan lainnya berawal dari melihat industri fesyen yang menghasilkan limbah sangat banyak. Ia pun berfokus mengolah limbah tersebut agar kembali memiliki nilai jual.

Salah satu produk ready to wear-nya adalah daster yang menyasar segmen menengah ke bawah. Produk ini dibuat dengan memanfaatkan potongan-potongan kain perca batik yang diaplikasikan pada daster.

Salah satu pakaian batik ready to wear atau siap pakai buatan Pembatik asal Kota Batu, Jawa Timur yakni Anjani Sekar Arum (34). Sumber foto : Dok.Anjani.
Salah satu pakaian batik ready to wear atau siap pakai buatan Pembatik asal Kota Batu, Jawa Timur yakni Anjani Sekar Arum (34). Sumber foto : Dok.Anjani.

"Karena kami kan sekarang ini berfokus pada pengurangan limbah ya. Jadi gimana caranya si batik ini, potongan-potongan kain perca batik itu bisa memiliki nilai jual. Nah itu kami jadikan semacam produk daster Kota Batu," jelasnya.

Teknik yang digunakan adalah aplikasi tempel menyerupai lukisan. Meski menggunakan kain perca yang motifnya acak, Anjani memastikan ciri khas Batik Banteng Agung tetap disematkan dalam setiap produk.

"Campuran, betul. Karena kan perca ya, tidak melulu semua ada bantengnya. Tapi kita tetap memperkenalkan ciri khas kita batik banteng itu di setiap produk selalu ada," tambah Anjani.

Daster berbahan perca ini seluruhnya dibuat secara handmade, dan dijual dari harga mulai Rp 150.000. Selain daster, Anjani juga memproduksi pakaian ready to wear untuk segmen menengah ke atas. Produk ini berupa kemeja, outer, hingga jaket batik yang beberapa diantaranya bersifat limited edition. 

"Kalau segmen menengah ke atas lebih banyak produk-produk ready to wear, baju yang limited edition. Jadi cuma ada satu desain, satu baju," tuturnya.

Menariknya, produk premium ini juga tetap mengusung konsep pengolahan limbah. Anjani tidak membuat pakaian full batik, tetapi mengkombinasikannya dengan limbah kain lain seperti jeans.

Pembatik asal Kota Batu, Jawa Timur yakni Anjani Sekar Arum (34). Sumber foto : Dok.Anjani.
Pembatik asal Kota Batu, Jawa Timur yakni Anjani Sekar Arum (34). Sumber foto : Dok.Anjani.

"Kita itu bukan full batik, tapi kita mengolah limbah. Jadi kalau seumpama kita pakai batik tulisan, untuk kombinasinya itu kita menggunakan perca dari bahan jeans atau bahan-bahan lainnya," tegasnya.

Untuk produk premium ready to wear ini, harga dibanderol mulai dari Rp 600.000 hingga Rp 3.500.000. Awalnya, produk-produk pakaian ready to wear buatan Anjani ini menyasar pasar wisatawan di Kota Batu.

Meski begitu, Anjani menyampaikan, pasar produk siap pakainya justru lebih banyak terserap di luar Kota Batu. Sekitar 75 persen produk dikirim ke Jakarta dan Surabaya, sementara di Batu sendiri hanya 5 persen. Dalam sebulan, ia bisa mengirimkan rata-rata 100 pakaian ke luar daerah.

Sebagai informasi, Anjani merintis pelestarian batik sejak 2014, dan mengangkat kesenian bantengan untuk menciptakan motif khas Kota Batu, di luar motif apel yang sudah ada di Kabupaten Malang. Motif Banteng Agung ini telah dipatenkan sejak 2014. 

Anjani mengatakan, dirinya akan berupaya terus melestarikan batik dengan motif tersebut. Pakaian batik ready to wear buatannya juga untuk menyiasati pasar agar orang terus tertarik dengan batik yang memiliki unsur makhluk hidup ini.

"Kita menyesuaikan pasar dan menyesuaikan motif yang sekiranya cocok untuk dijadikan baju. Jadi ya walaupun enggak ada bantengnya, tapi unsur-unsur dari kesenian banteng itu tetap ada. Satu contoh ya, bunga 7 rupa yang dijadikan motif," jelasnya.

Selain produksi pakaian, Anjani juga tengah fokus mengembangkan wisata edukasi Batik Banteng Agung. Rencananya tidak hanya di Desa Bumiaji, ia akan meluncurkan tempat edukasi baru di Desa Bulukerto pada awal Desember 2025.

Paket edukasi ini mulai Rp 30.000 hingga Rp 400.000. Biasanya para tamunya dari kalangan pelajar TK sampai SMA hingga korporat untuk kegiatan-kegiatan gathering, studi banding dan lainnya. 

Peserta tidak hanya diajarkan membatik, tetapi juga diperkenalkan pada budaya bantengan melalui video dan media lainnya.

"Kalau (tamu) kami lebih banyak luar kota. Yang besok (akhir pekan) itu akan ada dari Surabaya sama Sidoarjo. Karena kita kan kerjasama dengan travel agent juga," katanya.

Anjani juga berterimakasih kepada Pemkot Batu melalui Disparta yang telah membantu pemasaran pelestarian Batik Banteng Agung. Salah satunya, mengajaknya untuk pameran wisata di Korea Selatan pada Oktober 2025. 

"Respon mereka (orang-orang Korea Selatan) suka dengan desain-desain kita. Kita padupadankan bukan hanya sekedar batik, tapi kita juga mix-kan dengan brokat, dengan jeans. Yang dimana di Korea sendiri yang kota fashion nggak ada kayak gitu-gitu," ungkap Anjani.

Ke depan, Anjani juga berharap Kota Batu memiliki Museum Bantengan dan kemudian dapat memasukkan hasil karya-karyanya di tempat tersebut.

"Harapan kami sih di 4 tahun atau maksimal 5 tahun ke depan, kita punya museum bantengan yang dimana kita bisa menaruh semua karya-karya yang berhubungan dengan bantengan," katanya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu, Onny Ardianto, memberikan apresiasi tinggi terhadap konsistensi Anjani. Menurutnya, Anjani adalah pelaku ekonomi kreatif (ekraf) di Kota Batu yang luar biasa.

"Bagi kami Batik Anjani salah satu batik khas Kota Batu yang sudah cukup lama. Mbak Anjani ini mau untuk melestarikan dari kebudayaan dengan seni ini (Bantengan)," ujar Onny.

Onny mengatakan, pihaknya terus mendorong pelaku ekraf seperti Anjani ini melalui pemasaran, pameran, dan pembinaan.

Onny menilai kemampuan Anjani memadukan kesenian bantengan yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Kemendikbud beberapa tahun lalu ke dalam produk kriya batik tidak mudah. 

"Mbak Anjani ini memadukan antara kesenian bantengan, karena bantengan ini kan sudah masuk warisan budaya tak benda, nah kemudian oleh mbak Anjani ini dipadukan dengan kriya yaitu batik," jelasnya.
 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.