Sistem Peringatan Dini Lemah, DPRD Kota Malang Minta Mitigasi Bencana Jadi Prioritas di 2026
MALANG (Lentera) -DPRD Kota Malang menyoroti lemahnya sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) yang masih perlu perhatian. Melihat situasi tersebut, dewan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tetap menempatkan mitigasi bencana sebagai prioritas pada tahun anggaran 2026.
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Ginanjar Yoni Wardoyo, mengatakan pihaknya memberikan perhatian khusus terhadap kondisi EWS di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Menurutnya, sejumlah perangkat mengalami kerusakan sehingga perlu segera dilakukan perbaikan dan aktivasi ulang.
"Di perubahan anggaran keuangan (PAK) 2025 ini saja, kami di Komisi D sudah menganggarkan tambahan untuk EWS. Karena kami melihat EWS di sepanjang Sungai Brantas itu banyak kerusakan," ujar Ginanjar, dikonfirmasi pada Sabtu (15/11/2025).
Ditambahkannya, ketersediaan EWS saat ini juga belum ideal. Selain masih membutuhkan penambahan alat di sejumlah titik rawan, perangkat yang telah terpasang memerlukan perawatan rutin agar tetap berfungsi maksimal. Ia menyebut biaya perawatan tidak murah, sehingga dukungan pendanaan alternatif perlu dipertimbangkan.
"Masih perlu penambahan dan butuh perawatan tentunya. Nah, perawatan ini tidak murah. Nanti akan kami dorong juga entah itu menggunakan CSR dan sebagainya," katanya.
Ginanjar menjelaskan, BPBD Kota Malang telah mendapatkan tambahan anggaran hampir Rp100 juta lebih pada PAK 2025, yang salah satunya dialokasikan untuk aktivasi EWS. Dukungan tersebut diberikan karena sistem peringatan dini dinilai menjadi elemen penting dalam meminimalisir risiko bencana di wilayah rawan.
Selain persoalan EWS, Ginanjar menegaskan mitigasi bencana harus tetap diprioritaskan pada tahun 2026, sekalipun pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran. Dikatakannya, Kota Malang memiliki kerawanan terhadap berbagai jenis bencana sehingga penguatan mitigasi tidak boleh dikurangi.
"Di tahun 2026, meskipun ada efisiensi dan refocusing anggaran, tetap kami tekankan bahwa konsep mitigasi bencana harus dilakukan. Ini mutlak karena Kota Malang masuk kota rawan bencana, baik tanah longsor maupun banjir," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kota Malang, Prayitno, menyampaikan saat ini terdapat 24 perangkat EWS yang tersebar di seluruh kecamatan. Titik pemasangan dipilih berdasarkan tingkat ancaman tertinggi di masing-masing wilayah.
"Itu kami sudah pilih titik-titik strategis yang ancamannya tinggi, kami pasang di situ," ujar Prayitno.
Meski begitu, Prayitno mengakui kebutuhan ideal EWS seharusnya lebih banyak, terutama di kawasan padat penduduk yang berada dekat aliran sungai. Menurutnya, mulai dari wilayah padat penduduk seperti Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, menjadi salah satu area yang sebenarnya membutuhkan pemasangan tambahan EWS dengan jangkauan suara sirine 1–2 kilometer.
"Kalau mengakomodir permintaan, mulai ujung Jatimulyo itu harusnya sudah kami pasang. Di setiap area yang padat hunian dan ada rumah di bibir sungai, idealnya ada EWS," tambahnya.
Terkait rencana penambahan EWS pada tahun anggaran 2026, Prayitno menjelaskan BPBD belum dapat memastikan langkah tersebut. Ia menyampaikan, usulan itu masih harus dikonsultasikan dengan Wali Kota Malang, mengingat pemerintah sedang menjalankan kebijakan efisiensi anggaran.
"Tetapi tetap kami konsultasikan ke pimpinan apakah perlu dipenuhi atau tidak karena kan lagi efisiensi," jelasnya (*)
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH





