17 November 2025

Get In Touch

Fraksi PDIP Minta APBD Jatim 2026 Lebih Berpihak pada Rakyat Kecil

Juru Bicara Fraksi PDIP, Y Ristu Nugroho.
Juru Bicara Fraksi PDIP, Y Ristu Nugroho.

SURABAYA (Lentera) — Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur menegaskan bahwa Rancangan APBD Jatim 2026 harus menjadi instrumen politik keberpihakan kepada rakyat kecil, bukan sekadar dokumen teknokratis. 

Juru Bicara Fraksi PDIP, Y Ristu Nugroho, menyampaikan bahwa penyusunan APBD 2026 berlangsung dalam situasi ekonomi tidak menentu dengan ruang fiskal yang semakin sempit. Karena itu, Fraksi PDIP menilai anggaran harus diarahkan untuk memperkuat ekonomi rakyat, menekan kemiskinan, memperluas lapangan kerja, serta memastikan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Jawa Timur.

Fraksi PDIP juga menyoroti penurunan pendapatan daerah 2026 yang ditetapkan sebesar Rp26,30 triliun. Angka ini turun Rp1,96 triliun atau 6,94 persen dari usulan awal dan merosot sekitar Rp9,17 triliun dibanding realisasi 2024. Penurunan terbesar berasal dari Transfer ke Daerah (TkD) yang anjlok 24 persen akibat kebijakan konsolidasi fiskal pemerintah pusat.

“Ini sinyal serius bagi keberlanjutan fiskal Jatim. Tingginya ketergantungan pada pusat menunjukkan lemahnya kemandirian daerah,” ungkap  Ristu, Minggu (16/11/2025).

Ia menambahkan bahwa pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya meningkat 2 persen masih jauh dari potensi ekonomi Jawa Timur.

Kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) turut menjadi perhatian Fraksi PDIP. Kontribusi dividen dinilai stagnan sementara beban operasional meningkat. 

Fraksi mendesak evaluasi menyeluruh BUMD, penyusunan master plan bisnis yang sejalan dengan arah pembangunan daerah, serta penguatan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas sosial. 

“BUMD tidak boleh hidup dari rente aset. BUMD harus menghasilkan nilai tambah untuk rakyat dan memperkuat kemandirian fiskal daerah,” tegasnya.

Dalam struktur PAD, Fraksi PDIP mencatat bahwa 76 persen pendapatan masih bergantung pada pajak daerah, terutama PKB dan BBNKB yang bersifat konsumtif dan berdampak pada rakyat kecil. Karena itu, Fraksi mendorong reformasi pajak progresif, pemberian insentif bagi UMKM, petani, dan koperasi, serta perluasan basis pajak pada sektor hijau, energi terbarukan, dan ekonomi digital. 

Fraksi juga mendukung upaya meningkatkan DBH Cukai Hasil Tembakau dari 3 persen menjadi 5 persen, mengingat kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan nasional yang sangat besar.

Di sisi belanja, APBD 2026 mencatat total belanja Rp27,22 triliun, turun 17,5 persen dari tahun sebelumnya. Namun, komposisi belanja dinilai tidak seimbang karena belanja modal hanya 5 persen, sementara belanja operasi mencapai 75 persen. 

"Namun meski begitu, efisiensi yang dilakukan bukan sekadar menghemat. Efisiensi berarti memastikan setiap rupiah memberi manfaat bagi rakyat,” ujarnya.

Fraksi PDIP turut menyoroti defisit APBD 2026 sebesar Rp916,73 miliar yang ditutup melalui SiLPA. Menurut Fraksi, besarnya SiLPA yang mencapai Rp7,28 triliun menunjukkan lemahnya serapan anggaran dan kurang tepatnya perencanaan. 

Lebih lanjut, menutur Ristu, Fraksi PDIP menegaskan bahwa APBD 2026 harus menjadi anggaran gotong royong yang berlandaskan keberpihakan, transparansi, dan akuntabilitas politik. 

“Dalam semangat Trisakti Bung Karno, kemandirian fiskal hanya bisa dibangun melalui keberanian memperkuat produktivitas rakyat,” pungkasnya. (*)

 

Reporter: Pradhita

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.