MADIUN (Lentera) – Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Mawar di Desa Bagi, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun kini lebih dari sekadar lembaga pendidikan non-formal, tapi telah menjelma menjadi ruang aman dan tempat menemukan semangat baru bagi ratusan warga belajar terutama mereka yang terpaksa putus sekolah akibat masalah keluarga dan faktor ekonomi.
Lembaga yang berdiri sejak 2011 ini, kini menampung hampir 750 peserta, melayani program kesetaraan Paket A hingga Paket C. Kepala PKBM Mawar, Arga Gampil Ipung Wijaya, mengakui bahwa tantangan sosial menjadi fokus utama.
“Kami melayani mereka yang memiliki kendala pendidikan, seperti putus sekolah, faktor ekonomi, atau kebutuhan khusus. Sejak pandemi, yang paling banyak justru dari keluarga broken home,” jelas Arga, Kamis (20/11/2025).
Arga menekankan, pendekatan yang dipakai di PKBM Mawar berbeda dari sekolah formal.
"Intinya, kami memberi wadah sesuai bakat dan minat agar mereka siap bersaing," ujarnya. Ini menegaskan komitmen mereka, untuk menjamin akses, biaya pendidikan digratiskan bagi peserta berusia 24 tahun ke bawah.
Diterangkannya, PKBM Mawar dirancang untuk fleksibel. Jadwal belajarnya terbagi pada Senin dan Kamis (Pagi 09.00–12.00 dan Sore 15.30–18.00) serta Minggu (08.00–12.00), memungkinkan peserta tetap bekerja atau mengatasi urusan pribadi.
Pembelajaran juga mengedepankan pendekatan sosial budaya, bukan sekadar tatap muka.
"Kami mengedepankan pendekatan sosial budaya. Ada home visit, pendampingan sosial, tatap muka 20–30 persen, tutorial, sampai 50 persen belajar mandiri,” terang Arga.
Salah satu contoh keberhasilan pendekatan ini adalah Kartika Sari, warga belajar kelas 11. Ia bergabung pada 2020 setelah putus sekolah karena masalah keluarga.
“Saya ingin dapat ijazah SMA. Di PKBM jadwalnya fleksibel, guru-gurunya ramah, dan suasananya bikin betah,” ujar Kartika. Ia merasakan perubahan signifikan.
“Lebih semangat dan lebih percaya diri,” lanjutnya.
PKBM Mawar juga menyediakan pelatihan keterampilan tambahan melalui kolaborasi dengan Dinas Sosial dan LKP, meliputi bahasa Korea, otomotif, menjahit, hingga seni tradisional (jaranan) dan modern (electone).
Kartika memanfaatkan betul program vokasi ini.
“Saya belajar bahasa Korea dan Inggris di PKBM. Untuk Jerman, saya belajar di luar. Semoga bisa bekerja di Korea atau JermanTerima kasih untuk semua guru, terutama Pak Arga, yang sudah membimbing kami.”ungkapnya penuh apresiasi.
Dengan jumlah peserta yang terus bertambah dan program yang berfokus pada kebutuhan nyata peserta, PKBM Mawar menjadi bukti bahwa pendidikan non-formal mampu menjadi jaring pengaman efektif, membantu mereka yang sempat kehilangan arah untuk menemukan kembali potensi dan semangatnya.
Reporter: Wiwiet Eko Prasetyo/Editor: Ais




