BOGOR (Lentera) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan pentingnya kehadiran "pooling fund" bencana (PFB) sebagai skema pembiayaan baru bagi daerah rawab, termasuk Kabupaten Bogor dan wilayah rawan lain di Jawa Barat.
Direktur Mitigasi Bencana BNPB, Zaenal Arifin mengatakan PFB dirancang sebagai instrumen pelengkap dari dana siap pakai dan hibah rehabilitasi-rekonstruksi, yang selama ini menjadi sumber utama pendanaan penanggulangan bencana.
Skema ini memungkinkan daerah mengakses pendanaan prabencana, masa darurat, hingga pascabencana secara lebih cepat dan terukur.
“Pooling fund merupakan inovasi negara untuk memastikan ketersediaan dana penanggulangan bencana. Ini bukan menggantikan skema yang ada, tetapi menjadi pelengkap supaya respons bencana lebih cepat dan efektif,” kata Zaenal saat sosialisasi PFB di Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor di Cibinong merilis Antara, Kamis (20/11/2025).
PFB adalah dana bersama yang dihimpun dari berbagai sumber (APBN, APBD, hibah, donor, perwalian, dan kontribusi daerah) untuk dikelola secara terpusat.
Ia menjelaskan, pemerintah telah mengumpulkan dana PFB sebesar Rp7,3 triliun dan memperoleh imbal hasil investasi Rp1,2 triliun hingga September 2025. Dana hasil pengembangan itu sudah mulai disalurkan untuk kegiatan prabencana dan transfer risiko melalui skema asuransi barang milik negara.
BNPB juga telah melakukan piloting kepada empat kementerian serta dua pemerintah daerah yakni Kota Padang dan Kabupaten Minahasa, sebagai tahap awal uji tata kelola dan mekanisme pengusulan PFB. Pada 2026, seluruh pemerintah daerah yang bukan piloting dapat mulai mengajukan proposal pendanaan.
“Nanti usulan daerah akan diverifikasi bersama empat kementerian. Prioritasnya adalah penyusunan dokumen prabencana seperti rencana kontinjensi, kajian risiko, rencana penanggulangan bencana, serta pemenuhan standar pelayanan minimal,” ujar Zaenal.
Dari sisi daerah, kebutuhan terhadap skema PFB sangat tinggi, terutama di Jawa Barat sebagai provinsi dengan indeks risiko bencana terbesar.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Jawa Barat, Edy Heryadi menyebut Kabupaten Bogor menjadi daerah, dengan infografis kejadian bencana tertinggi di provinsi tersebut.
“Jawa Barat sangat membutuhkan pooling fund. Bogor itu paling tinggi risikonya, disusul Sukabumi, Cianjur, dan KBB. Sebagian daerah anggarannya sangat terbatas, sementara penanganan bencana tidak bisa menunggu ketersediaan dana,” kata Edy.
Ia berharap, pemerintah daerah dapat segera memanfaatkan peluang pengajuan pada 2026. Menurut dia, penguatan pendanaan melalui PFB penting untuk memenuhi dokumen wajib seperti Kajian Risiko Bencana, RPB, hingga rencana kontinjensi, termasuk kebutuhan gladi, simulasi, dan pemulihan pascabencana yang biayanya besar.
“Dengan APBD terbatas dan kebijakan efisiensi 2026, PFB akan sangat membantu. Kami sudah mengikuti bimbingan teknis penyusunan proposal, dan jika arahan pusat keluar, Jabar siap mengusulkan,” ujarnya.
BNPB bersama Kementerian Keuangan saat ini tengah melakukan sosialisasi serentak PFB di empat provinsi dan menutup rangkaian kegiatan dengan penanaman 100.000 bibit di DAS kritis pada 21 November, bertepatan dengan Hari Pohon Sedunia.
Editor: Arief Sukaputra




