JAKARTA (Lentera) – Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh, meminta Presiden Prabowo Subianto berhati-hati untuk mengirim pasukan perdamaian ke Gaza. Ia menilai situasi politik di kawasan tersebut masih sangat tidak kondusif dan berpotensi menimbulkan risiko besar bagi Indonesia.
Oleh Soleh menyoroti pernyataan Israel yang sebelumnya mengindikasikan akan “memilih” negara mana yang boleh bergabung dalam International Stabilisation Force (ISF). Menurutnya, hal itu tidak dapat dibenarkan dan justru menunjukkan adanya potensi intervensi sepihak dari negara penjajah.
“Sebagai negara penjajah, Israel seharusnya tidak boleh ikut campur apalagi menentukan negara mana yang bisa bergabung dalam ISF. Ini sangat janggal. Justru selama ini Israel adalah biang masalah di Gaza. Aneh ketika negara penjajah malah dilibatkan dalam pasukan perdamaian,” tegas politisi dari Fraksi PKB ini, Kamis (20/11/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa Israel bisa saja memanfaatkan pembentukan ISF untuk kepentingan politik dan militernya, termasuk untuk menekan atau bahkan memberangus kelompok-kelompok pejuang di Gaza.
“Ada kekhawatiran besar bahwa pasukan ISF nantinya dijadikan instrumen untuk menekan pejuang Gaza. Hamas dan kelompok perlawanan Palestina sendiri sudah secara jelas menolak keberadaan pasukan asing di wilayah itu,” tambahnya.
Jadi, pasukan perdamaian dalam kondisi rawan dan berpotensi berkonfrontasi dengan para pejuang Palestina. Jika hal itu terjadi, maka bukan perdamaian yang tercipta, tapi konflik baru di Gaza.
Karena itu, Oleh Soleh meminta Presiden Prabowo mempertimbangkan aspek geopolitik, kemanusiaan, serta keamanan nasional sebelum memutuskan pengiriman pasukan.
“Presiden harus benar-benar berhati-hati. Kita semua ingin perdamaian, tetapi jangan sampai langkah yang diambil justru menimbulkan kerumitan baru atau dimanfaatkan pihak lain untuk kepentingannya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa komitmen Indonesia terhadap perdamaian internasional harus tetap mengedepankan prinsip kedaulatan, kemanusiaan, dan ketegasan terhadap segala bentuk penjajahan. (*)
Editor : Lutfiyu Handi




