Tren Bencana Alam di Kota Malang Meningkat Tiga Tahun Terakhir: November 2025 Tercatat 490 Kejadian
MALANG (Lentera) -Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kota Malang, Prayitno menyatakan, tren peningkatan bencana alam dalam tiga tahun terakhir. Banjir merupakan bencana yang paling mendominasi laporan, terutama akibat curah hujan tinggi serta perubahan cuaca ekstrem di wilayah Kota Malang.
Pada tahun 2025, BPBD Kota Malang masih menunggu rekapitulasi hingga akhir Desember, namun data sementara per awal November 2025 menunjukkan sudah ada 490 kejadian bencana alam. Jumlah tersebut belum termasuk 39 titik banjir yang terjadi pada Kamis (4/12/2025) lalu.
Pada tahun 2022 tercatat ada 479 kejadian bencana. Angka itu menurun pada 2023 menjadi 258 kejadian. Namun kembali mengalami lonjakan pada 2024, terjadi dengan 450 titik sebaran bencana alam.
"Trennya naik seiring isu perubahan iklim dan perubahan cuaca. Banjir yang mendominasi, ya. Kalau di 2024 itu total titik sebaran bencana ada sebanyak 450 kejadian. Selain intensitas hujan yang tinggi, mungkin perlu treatment pada sistem drainase dan lain sebagainya," ujar Prayitno, Sabtu (6/12/2025).
Prayitno menegaskan, peningkatan kejadian bencana tidak lepas dari dampak perubahan iklim. Curah hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi yang terjadi sepanjang tahun turut mempengaruhi kondisi permukaan tanah dan lingkungan, sehingga memicu banjir di banyak titik rawan di Kota Malang.
Selain banjir, BPBD juga mencatat bencana lain seperti tanah longsor, angin kencang, dan bencana hidrometeorologis lain yang frekuensinya semakin meningkat.
Dalam upaya penanganan, Prayitno mengatakan, pihaknya mengandalkan laporan awal dari kelurahan tangguh bencana. Setelah laporan masuk, petugas melakukan asesmen untuk mengetahui tingkat kerusakan, penyebab, serta dampak yang ditimbulkan.
"Hasil asesmen ini menjadi dasar penyaluran bantuan sesuai kebutuhan di lokasi terdampak," katanya.
Apabila terdapat laporan terkait korban luka atau kondisi kesehatan warga, BPBD bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Malang untuk penanganan lanjutan. Sementara untuk kerusakan konstruksi seperti rumah dan jembatan, asesmen dilakukan oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) dari Dinas PUPR-PKP.
"TRC ini kami bentuk dari teman-teman lintas OPD agar data asesmen bisa menjadi dasar pengambilan keputusan di tingkat pimpinan," terangnya.
Prayitno menambahkan, masyarakat terutama relawan tangguh dan kelurahan tangguh bencana, berperan aktif dalam pelaporan dan penanganan darurat.
Sementara itu, disinggung terkait ketersediaan sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS), BPBD Kota Malang saat ini memiliki 24 unit yang tersebar di sejumlah titik rawan bencana.
Prayitno mengakui sebagian perangkat EWS milik BPBD perlu dilakukan pemeliharaan. "Sebagian besar EWS dibuat pada tahun 2020. Untuk saat ini, belum ada rencana penambahan unit EWS. BPBD hanya mendapatkan alokasi anggaran untuk peremajaan, meliputi penggantian baterai, kabel, hingga penangkap sinar matahari," katanya.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH





