20 December 2025

Get In Touch

Trenggalek Luncurkan “Sangu Sampah”, Program Inovatif Ubah Sampah Jadi Uang Saku Siswa

Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin (tengah) bersama Forkopimda saat meluncurkan program ‘Sangu Sampah’ yang digagas untuk mengubah sampah menjadi nilai ekonomi bagi siswa
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin (tengah) bersama Forkopimda saat meluncurkan program ‘Sangu Sampah’ yang digagas untuk mengubah sampah menjadi nilai ekonomi bagi siswa

TRENGGALEK (Lentera) - Pemerintah Kabupaten Trenggalek merilis program baru bernama “Sangu Sampah”, sebuah terobosan yang memungkinkan siswa menabung sampah dan menukarnya menjadi uang saku setiap tiga bulan. Program ini dirancang untuk mengurangi beban orang tua, membangun budaya memilah sampah sejak dini, dan mendukung target daerah menuju Net Zero Carbon 2045.

Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin atau Mas Ipin, menyampaikan bahwa program tersebut merupakan langkah strategis mengatasi persoalan sampah sekaligus menciptakan nilai ekonomi. “Dengan Sangu Sampah, siswa bisa mendapatkan uang saku dari sampah yang mereka kumpulkan. Harapannya keluarga di rumah ikut terbiasa memilah sampah,” ujar Mas Ipin saat peluncuran program di Desa Malasan, Kecamatan Durenan, Jumat (19/12/2025).

Mas Ipin menegaskan bahwa kebiasaan memilah sampah bukanlah hal memalukan. Ia bahkan menuturkan pengalamannya sendiri yang tumbuh dari aktivitas mendaur ulang. “Ini saya contohnya. Saya bisa jadi bupati karena dulu mengumpulkan sampah. Aluminium saya kumpulkan, saya olah jadi panci, lalu saya jual,” katanya, menyemangati para siswa.

Menurutnya, pengelolaan sampah menjadi sektor paling realistis dalam menekan emisi karbon di Trenggalek. “Dari perhitungan kami, emisi terbesar berasal dari energi dan pertanian. Sektor sampah 16%, dan itu yang paling bisa langsung kita kendalikan,” bebernya.

Ia menjelaskan bahwa Trenggalek masih mencatat surplus emisi sekitar 150 ribu ton CO₂ ekuivalen. “Angka itu setara dengan menanam 130 hektare mangrove atau mengatasi 80% sampah yang kita miliki,” jelasnya.

Untuk itulah pemerintah memilih pendekatan sederhana: memilah sampah dari sumbernya. “Yang paling mudah adalah sampah. Tapi supaya sampah bisa jadi ekonomi, ya harus dipilah. Dan kami mulai dari siswa untuk membangun karakter peduli lingkungan,” ujar Bupati yang juga Wakil Ketua APKASI tersebut.

Program Sangu Sampah juga mengintegrasikan literasi digital dan inklusi keuangan. Sampah dicatat lewat aplikasi dan hasilnya dikembalikan dalam bentuk saldo uang saku siswa. “Jadi ini bukan hanya soal sampah, tapi juga pendidikan karakter, literasi digital, dan inklusi keuangan,” tambahnya.

Program ini berlaku untuk semua jenjang pendidikan, dengan pilot project di beberapa SMA, termasuk SMAN 1 dan SMAN 2 Trenggalek. Untuk sekolah dasar dan pondok pesantren yang siswanya belum memegang gawai, pencatatan akan dilakukan oleh guru, wali murid, atau pengurus pesantren.

Saat ini ada delapan jenis sampah yang dapat ditabung: plastik minuman, plastik sachet, kaca, kain, logam, elektronik, serta minyak jelantah. Sampah yang terkumpul di sekolah akan diambil oleh jaringan mitra seperti TPS 3R, Bank Sampah, dan PT JET untuk diproses lebih lanjut.

Ke depan, program akan diperluas ke masyarakat umum, termasuk pengolahan sampah organik. Istri Bupati, Novita Hardini, juga tengah menyiapkan inisiatif pemanfaatan limbah organik rumah tangga menjadi pupuk dan media tanam sebagai sumber ekonomi baru warga.

Reporter: Herlambang|Editor: Artifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.