DPRD Kota Malang Soroti Minimnya Anggaran dan Kewenangan BPBD untuk Rehabilitasi Pasca Bencana
MALANG (Lentera) - DPRD Kota Malang menyoroti keterbatasan anggaran dan kewenangan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang, dalam menangani rehabilitasi pasca bencana.
Kondisi ini dinilai berpotensi menghambat penanganan dampak bencana di lapangan, terutama di tengah meningkatnya ancaman bencana hidrometeorologi saat musim hujan.
"Kami menilai BPBD ini salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) dengan anggaran yang relatif terbatas, padahal memiliki peran strategis dalam penanganan kebencanaan," ujar Sekretaris Komisi A DPRD Kota Malang, Harvad Kurniawan Ramadhan, Selasa (23/12/2025).
Dinilainya, keterbatasan anggaran tersebut perlu menjadi atensi khusus Wali Kota Malang. Terlebih, Kota Malang termasuk wilayah yang rawan bencana hidrometeorologi, terutama saat musim hujan dengan intensitas tinggi.
"Kami berharap ada policy dari Pak Wali agar BPBD ini memiliki hak untuk rehabilitasi," katanya. Menurut Harvad, di sejumlah daerah lain yang sudah siap menghadapi potensi bencana, alokasi anggaran BPBD justru cukup besar dan disertai kewenangan yang memadai.
Ia mencontohkan, di daerah-daerah tersebut BPBD memiliki kewenangan untuk melakukan perbaikan pasca bencana. Mulai dari penanganan rumah warga yang rusak hingga perbaikan infrastruktur sederhana seperti plengsengan atau pengaman tebing sungai yang ambrol akibat banjir.
Ditegaskannya, kewenangan rehabilitasi yang terpusat hanya pada satu OPD berpotensi memperlambat penanganan di lapangan.
Lebih lanjut, pengalaman saat banjir besar yang menerjang 39 titik di Kota Malang pada awal Desember 2025 lalu, menurutnya menjadi salah satu contoh nyata. Saat itu, BPBD turun langsung membantu warga dengan memberikan bantuan berupa kawat bronjong di tepi sungai guna mencegah erosi lanjutan.
Namun, Harvad menyebut kondisi tersebut cukup memprihatinkan karena BPBD tidak memiliki anggaran untuk membeli material batu sebagai pengisi bronjong.
"Kami sangat kasihan melihat masyarakat. BPBD sudah membantu dengan bronjong, tapi tidak punya anggaran untuk beli batunya. Kan kasihan itu," ungkapnya.
Atas dasar itu, legislatif berharap Pemkot Malang dapat merumuskan kebijakan yang memungkinkan BPBD memiliki fleksibilitas anggaran dan kewenangan dalam melakukan rehabilitasi darurat pasca bencana.
Sebagai informasi, dalam dokumen Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Tahun Anggaran 2026, anggaran BPBD Kota Malang awalnya diproyeksikan sebesar Rp12,105 miliar. Namun, dalam hasil pembahasan, anggaran tersebut mengalami penurunan menjadi Rp11,869 miliar.
Pengurangan sekitar Rp235 juta tersebut disebutkan berasal dari penyesuaian belanja pegawai, khususnya pengurangan tambahan penghasilan pegawai (TPP).
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kota Malang, Prayitno sebelumnya menyatakan pada tahun 2026 tidak akan ada penambahan alat early warning system (EWS), karena eterbatasan anggaran menjadi alasan utama belum optimalnya penguatan sistem peringatan dini bencana di Kota Malang.
Di sisi lain, BMKG dalam rilis resminya telah mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di sebagian besar wilayah Jawa Timur, termasuk Kota Malang. Potensi tersebut diperkirakan berlangsung pada periode 21-31 Desember 2025 dan berisiko memicu bencana hidrometeorologi.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais





