30 December 2025

Get In Touch

Harga Cabai Berpotensi Tembus Rp100 Ribu, DPRD Surabaya Minta OPD Operasi Pasar

Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Yuga Pratisabda Widyawasta. (Amanah/Lentera)
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Yuga Pratisabda Widyawasta. (Amanah/Lentera)

SURABAYA (Lentera)- Menjelang Natal dan Tahun Baru 2026 (Nataru), kenaikan harga bahan pokok merupakan fenomena yang dapat diprediksi. 

Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Yuga Pratisabda Widyawasta, menyebut kenaikan harga bahan pokok penting (bapokting) pada hari besar nasional selalu berulang.

“Pada momen-momen keagamaan atau hari besar apa pun, harga bapokting itu sebenarnya sudah bisa diprediksi pasti naik,” kata Yuga pada Lentera, Rabu (24/12/2025).

Yuga mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk membuka relasi seluas-luasnya dengan daerah penghasil komoditas guna menjaga ketersediaan bapokting.

“Selain operasi pasar, Pemkot harus memperkuat jejaring antar daerah sebagai sumber pasokan. Itu yang kemarin juga sudah saya sampaikan ke Bagian Perekonomian,” ujarnya.

Lonjakan harga saat ini bukan terjadi pada beras dan gula, melainkan pada komoditas sekunder yang perannya sangat vital bagi kebutuhan rumah tangga.

“Yang saya soroti justru bukan beras atau gula, tetapi komoditas sekunder yang menjelang primer, seperti cabai rawit, cabai merah, dan bawang. Ini yang harganya naik cukup kencang,” tuturnya.

Politisk dari PSI ini mengungkapkan, harga cabai saat ini telah menyentuh kisaran Rp70 ribu per kilogram dan berpotensi terus merangkak naik hingga Rp100 ribu per kilogram sampai akhir Desember 2025. Kenaikan tersebut dipicu oleh faktor cuaca ekstrem yang menyebabkan gagal panen di sejumlah daerah sentra produksi.

"Cuaca yang kurang baik dan gagal panen membuat pasokan menipis, sementara permintaan meningkat jelang Nataru. Secara ekonomi, kondisi ini otomatis mendorong harga naik,” katanya.

Menurut Yuga, kondisi tersebut seharusnya sudah dapat diantisipasi oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Ia menekankan pentingnya langkah cepat melalui operasi pasar serta perluasan sumber pasokan dari daerah lain.

“OPD seharusnya sudah memprediksi kondisi ini dan menyiapkan substitusi pasokan. Kalau Lumajang, Tuban, Lamongan, Banyuwangi mengalami gagal panen, maka harus segera mengambil pasokan dari daerah lain seperti Brebes atau Lombok,” tegasnya.

Koordinasi antar daerah penghasil komoditas menjadi kunci untuk menjaga stabilitas harga di Surabaya. Selain itu, komunikasi dengan pedagang juga penting agar harga tidak melonjak terlalu tinggi.

“Saya mendapat informasi dari para pedagang. Mereka juga harus diajak menjaga harga, tentu dengan jaminan pasokan yang lancar,” tambahnya.

Yuga mengingatkan, pentingnya sosialisasi kepada masyarakat terkait penyebab kenaikan harga. Menurutnya, transparansi informasi dapat mencegah kesalahpahaman publik.

“Masyarakat harus tahu bahwa kenaikan ini bukan karena Pemkot diam, tapi karena demand besar sementara pasokan sedikit. Setelah momen Nataru berakhir, harga biasanya akan kembali turun karena sifatnya fluktuatif,” jelasnya.

Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.