Nilai Tak Transparan, 4 Fraksi DPRD DKI Walk Out Tolak Laporan Pertanggungjawaban APBD 2019

Jakarta – Empat Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta memutuskan untuk walk out (WO) atau keluar dari ruangan setelah melayangkan protes dan kritikan pada rapat paripurna pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD).
Empat fraksi yang melakukan walk out tersebut adalah FraksiPAN, Fraksi PSI, Fraksi Nasdem, dan Fraksi Golkar. Mereka menolak laporanpenggunaan anggaran tahun 2019 dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan besertajajaran Struktur Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco mengatakan alasan fraksinya memilih WO adalah tak ada transparansi anggaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI. Selain itu, Baco menyebut pinjaman dana Rp 12,5 triliun dari pemerintah pusat untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga tak pernah dikonsultasikan dengan DPRD DKI.

"Tidak ada penjelasan dan transparansi dari eksekutifterkait penggunaan dana SILPA tahun 2019. Pinjaman Rp 12,5 triliun ke pusatoleh Gubernur juga nggak pernah dikonsultasikan dengan legislatif," ujarBaco, Selasa (8/9).
Menurutnya, cara yang dilakukan Pemprov DKI tersebut tidakboleh dilakukan, sehingga menimbulkan adanya dugaan yang tidak sehat dilakukanoleh Pemprov DKI."Nah, cara-cara ini sebenarnya nggak boleh terjadi,sehingga kami berpikir ini sudah tidak sehat. Kalau Gubernur dan eksekutifsudah tidak melaksanakan dan tidak menghargai anggota Dewan, ya maka kita jugapunya sikap untuk juga bisa menolak apa yang dibuat oleh Gubernur. Intinyaitu," ucapnya.
Alasan lainnya, Baco menilai Pemprov DKI tidak mempunyainiat baik untuk bekerja sama dengan DPRD DKI. Sebab, aspirasi yang disampaikanDPRD DKI tidak ada yang ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI."Tanda kutiptidak punya niat baik untuk bekerja sama dengan legislatif. Sudah satu tahunkita dilantik di sini dan sudah tiga kali reses, banyak juga aspirasi yang kitasampaikan tidak diwujudkan dengan eksekutif. Pokir (pokok-pokok pikiran) jugayang menjadi hak anggota Dewan sebagai alat untuk membantu masyarakat bawahterkait usulan-usulan juga tidak diakomodir. Tidak ada penghargaan dari eksekutifuntuk legislatif," katanya.
"Tuntutan kami itu sebenarnya supaya Pak Gubernur nggakkerja sendiri, hargai legislatif dan kembalikan hak Dewan untuk bisa membantumasyarakatnya, yaitu pokir," imbuh Baco.(ist)