22 April 2025

Get In Touch

DPRD Jatim : Anak Punya Hak Menyampaikan Aspirasi, Tapi Harus Sesuai Perkembangan Fisik dan Psikisnya

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih.

Surabaya – Dalam hak penyampaian aspirasi, anak-anak juga punya hak sesuai dengan konvensi hak anak. Namun dalam penyampaian aspirasi, tentunya harus melihat konteks apakah sudah sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis mereka.

“Sebetulnya anak-anak punya hak untuk yang namanyamenyuarakan aspirasi dan partisipasi, karena itu diatur dalam konvensi hak anak,itu salah satu hak anak yang harus dilindungi adalah untuk berpartisipasi disamping bermain dan sebagainya,” kata Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, HikmahBafaqih, Rabu (13/10/2020).

Pernyataan tersebut terkait dengan banyaknya anak atau siswasekolah yang terlibat dalam aksi demo penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atauomnibus law yang terjadi beberapa waktu lalu. Bahkan dalam aksi di beberapa daerah,Kamis (8/10/2020), sempat terjadi kerusuhan hingga mengakibatkan kerusakan fasilitasumum.

Disatu sisi, kata Hikmah, dalam konteks penolakan UU Cipta Kerja itu apakah sudah sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis anak?. Apakah mereka sudah faham dengan UU Cipta Kerja yang menjadi isu utama aksi mereka?.

“Untuk partisipasi menyampaikan aspirasi itu tentu dalam konteks di mana sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis anak-anak. Apakah kemudian konteks dan tuntutan yang berkelindan di isu UU Cipta Kerja itu cukup bisa dipahami oleh anak-anak untuk ikut serta menyampaikan pendapatnya,” tandas politisi asal Singosari, Kabupaten Malang ini.

Hikmah menandaksan bahwa pihaknya tidak cukup merekomendasikananak-anak ikut aksi demo yang tidak sesuai dengan peran tumbuh kembang mereka.Meski demikian, lanjut Hikmah, bukan menghambat hak partisipasi mereka untukmenyampaikan aspirasi.

“Malah dalam konvensi hak anak itu diatur anak-anak harusikut musrenbang. Di beberapa kabupaten kota sudah mulai melakukan. Jadi Musrenbangkabdan kot  itu anak-anak atas nama forum diundang,mereka ditanya apa-apa saran dan masukan aspirasi mereka terkait hak-hak danpengembangan seperti fungsi rekreatif, fungsi pendidikan yang perlu mendapatkanmasukan dari anak-anak,” tandasnya.

Sedangkan terkait dengan aksi turun jalan seperti pada aksi penolakan UU Cipta Kerja itu memang secara psikis mereka tidak cukup bisa mempertanggungjawabkan, selain itu emosi mereka juga  mudah tersulut. Mereka tidak tidak mampu mencerna lebih lanjut, karena mereka akan jauh lebih rentan ikut euforianya dibanding berpikir mendalam mengapa melakukan aksi tersebut.

“Ini yang seharusnya menjadi catatan bagi para orang tua,bagi para guru untuk mengajak ngobrol lagi anak-anak kita bukan menekan mereka.Saya tidak sepakat kalau anak-anak diperintahkan langsung, mereka jangandilarang langsung, ajak mereka dialog sampaikan UU Cipta Kerja seperti apa? mengapamereka tidak cukup strategis untuk ikut terjun dalam bentuk advokasi?” Tandasnya.

Dalam advokasi ini tidak mengharuskan anak-anak untuk turunke jalan. Sebab bentuk dari advokasi juga banyak modelnya. Anak anak bisa memiliholeh anak-anak untuk menyuarakan pendapatnya tidak dengan turun jalanan, karenaitu tidak sesuai dengan tuntutan tumbuh kembang psikis mereka. mereka juga mudahtersulut untuk menjadi anarkhis dan sebagainya.

“Tapi mereka tidak bisa disalahkan, anak anak itu dalamundang-undang peradilan kita pun bisa mendapatkan restorasi Justice. Kita orangdewasa yang salah, karena tidak memberikan ruang bagi mereka untuk cukup teredukasi,itu yang harus dipahami. Kita tidak cukup menyiapkan ruang untuk tumbuh danberkembang sesuai dengan tugas dan fungsi perkembangan fisik maupun psikismereka,” pungkas Hikmah. (ufi)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.