
Hasilsurvei Indometer menunjukkan sedikit sekali publik yang mendengar ataumengetahui tentang omnibus law. Hanya 31,2 persen publik yang tahu, sebagianbesar sebanyak 68,8 persen mengaku sama sekali tidak tahu.
"Hanya30-an persen publik yang mengetahui tentang omnibus law RUU Cipta Kerja,"kata Direktur Eksekutif Survei Indometer Leonard SB dalam siaran persnya, diJakarta, Jumat (16/10/2020).
Diantara yang mengetahui itu, lanjutnya, hampir semuanya menyatakan setuju denganomnibus law.
"Sebanyak90,1 persen publik setuju, hanya 8,6 persen yang terang-terangan menolak, dansisanya 1,3 persen tidak tahu/tidak menjawab," tutur-nya.
Halitu, menjadi catatan kritis bagi pemerintah, di mana rumusan kebijakan yangdinilai sangat strategis kurang dikomunikasikan kepada publik.
"Simpangsiurnya informasi menyebabkan muncul banyak tudingan hoaks terhadap isi omnibuslaw yang beredar," ucap Leonard.
Sepertidiketahui, RUU Cipta Kerja merupakan paket pertama dari rangkaian omnibus lawyang digagas Presiden Jokowi. Tujuan besarnya adalah untuk menyederhanakanregulasi, di mana perubahan terhadap puluhan UU dilakukan sekaligus, tidak satuper satu.
Menurutdia, minim-nya sosialisasi bisa jadi karena faktor pandemi Covid-19 yangmelanda Indonesia sejak Maret 2020.
Pembahasancenderung dilakukan tertutup oleh pemerintah dan DPR, hingga tiba-tiba disahkanpada awal Oktober 2020.
"Diantara yang menyatakan setuju, alasan utama adalah bahwa omnibus law bisamenciptakan lapangan kerja (75,4 persen), hanya 13,4 persen tidak setuju, dan11,3 persen tidak tahu/tidak jawab," papar Leonard.
OmnibusLaw RUU Cipta Kerja dilatarbelakangi situasi perang dagang Amerika dan China,di mana Indonesia dinilai tidak berhasil memetik keuntungan untuk menarikinvestasi. Ditambah faktor pandemi, banyak terjadi PHK, kebutuhan akan omnibuslaw jadi semakin besar.
Alasanlainnya adalah memudahkan perizinan (72,1 persen setuju, 15,7 persen tidaksetuju dan 12,2 persen tidak tahu/tidak menjawab), memulihkan ekonomi nasional(69,4 persen setuju,19,9 persen tidak setuju dan tidak tahu 10,7 persen), danmenghidupkan UMKM (65,3 persen setuju, 23,1 persen tidak setuju dan 11,6 persentidak tahu).
Lalu,mendorong investasi (60,5 persen setuju, 19,0 persen tidak setuju dan 20,5persen tidak tahu), menyederhanakan birokrasi (56,1 persen setuju, 15,7 persentidak setuju dan 28,2 persen tidak tahu), dan menyelesaikan tumpang-tindihperundang-undangan (52,2 persen setuju, 26,4 persen tidak setuju, dan 21,4persen tidak tahu/tidak menjawab).
"Diantara sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju, alasan terbesar adalahbahwa omnibus law merupakan intervensi asing (75,0 persen), sisanya 18,8 persentidak setuju dan 6,3 persen tidak tahu/tidak jawab," ujar Leonard.
Alasanlainnya memudahkan tenaga kerja China masuk (68,8 persen setuju/21,9 persentidak setuju/9,4 persen tidak tahu atau tidak jawab), merugikan pekerja (59,4persen/25,0 persen/15,6 persen), PHK tanpa pesangon (46,9 persen/ 15,6persen/37,5 persen), dan libur Lebaran ditiadakan (37,5 persen/46,9 persen/15,6persen).
Naiknyapemberitaan seputar omnibus law selama sepekan belakangan bisa jadi meningkatkanpengetahuan public (Ist)