Debat Publik 1 Pilwali Kota Blitar: Henry Agresif Kritik Petahana dan Janji Tak Ambil Gaji Jika Terpilih

BLITAR (Lenteratoday) - Debat Publik 1 yang digelar KPU Kota Blitar dalam masa kampanye Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Blitar Tahun 2020, dimanfaatkan pasangan calon No. 1 Henry Pradipta Anwar - Yasin Hermanto untuk mengkritik lawannya yang juga petahana No. 2 Santoso - Tjutjuk Sunario. Serta meyakinkan warga Kota Blitar, jika terpilih menjadi walikota tidak akan mengambil gajinya 1 rupiah pun.
Ketua KPU Kota Blitar, Choirul Umam mengatakan bahwa debat publik ini yang pertama, dari tiga debat yang akan digelar selama masa kampanye 71 hari sejak 26 September - 5 Desember 2020. "Debat ini sangat dinanti masyarakat, karena bisa menjadi suguhan berkualitas bagi warga Kota Blitar. Untuk menentukan pilihan pada Pilwali 9 Desember 2020 mendatang," ujar Umam dalam sambutannya, Rabu(21/10/2020) malam sebelum debat publik.
Dalam Debat Publik 1 ini hadir 5 panelis yang akan mengajukan pertanyaan kepada kedua paslon, yaitu Tauhid Wijaya (praktisi media), Dr Dian Fericha (UIN Tulungagung), Abdul Kodir (UNM), Abdus Salam (Sekretaris DPD IPSPI Malang) dan Dr Sholikhul Huda (UMS).

Pelaksanaan Debat Publik 1 dengan tema "Kesejahteraan Rakyat" ini berlangsung sekitar 2 jam, mulai jam 19.00 - 21.00 Wib. Terbagi atas 5 segmen yaitu tiap paslon memaparkan visi - misi terkait tema debat, pendalaman visi - misi melalui pertanyaan dari panelis dan dijawab paslon, paslon saling menanggapi jawaban dari pertanyaan tersebut, debat terbuka masing-masing paslon saling memberikan pertanyaan dan jawaban disertai pendalaman dan terakhir pernyataan penutup dari paslon sesuai tema debat.
Debat Publik 1 juga digelar dengan penerapan protokol kesehatan ketat, dimana yang diperbolehkan masuk lokasi dibatasi. Ada 4 pertanyaan yang disiapkan 5 panelis dalam amplop tertutup, paslon bebas memilih dan dibacakan oleh moderator. Diantaranya mengenai sosial keagamaan, pendidikan, ketenagakerjaan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Blitar.
Sejak awal menanggapi jawaban paslon No. 2, Cawali Henry langsung agresif mengkritik kebijakan petahana selama menjabat Wakil Walikota dan menjadi Walikota Blitar definitif. Mulai masalah santunan kematian warga yang lambat, honor kader Posyandu dan honor Ketua RT/RW yang tidak dinaikkan. Termasuk program andalan paslon No. 2, anggaran Rp 50-100 juta per RT.
"Kasihan Ketua RT harus dibebani pekerjaan seberat itu, kalau honornya tetap. Belum lagi kekuatan APBD 2021 yang disusun dalam kondisi Covid-19, apakah bisa dilaksanakan. Dalam program kami kesejahteraan pelayanan sosial keagamaan pasti masuk dan ditingkatkan, mukai modin, takmir, guru ngaji termasuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah juga harus diperhatikan," kritik Henry sambil mengucapkan yel-yel Gaasss Poolll dan One For All All For One.
Menanggapi ini Cawali No. 2 Santoso langsung menanggapi jika dengan 21 kelurahan, 188 RW dan 648 RT, program Rp 50-100 juta per RT sangat masuk akal dan APBD 2021 dipastikan mampu terlaksana. "Karena jika dirata-rata per RT Rp 50 juta, bearti hanya dibutuhkan anggaran sekitar Rp 3,55 miliar. Tentunya dengan perencanaan, pendampingan dan pengawasan yang baik," jawab Santoso yang diusung PDIP, PPP, Gerindra, Demokrat dan Hanura ini.
Demikian juga terkait pertanyaan bidang pendidikan, Henry juga mengkritisi tidak adanya lagi program smartphone gratis, sepeda gratis. "Bahkan yang terakhir tender seragam sekolah gratis gagal, LKP yang dulu gratis sekarang harus membayar. Termasuk proyek Fiber Optic senilai puluhan miliar dan dimulai sejak 2018, sampai sekarang belum bisa dinikmati masyarakat," tandas Henry yang mengaku paham karena pernah 5 tahun menjadi Ketua Komisi I DPRD Kota Blitar dan Ketua Dewan Pendidikan Kota Blitar ini.
Cawali Santoso memberikan tanggapan jika proyek FO sudah selesai tinggal penyempurnaan pada 2021, dengan harapan bisa menyediakan fasilitas wifi gratis di RT/RW. "Serta membantu siswa belajar daring dari rumah, karena saat ini masih pandemi Covid-19," bebernya tanpa menanggapi soal gagalnya tender seragam gratis.
Setidaknya ada 5 kritikan yang disampaikan Cawali Henry kepada paslon No. 2 atau petahana, diantaranya kegagalan beberapa indikator dalam LKPJ 2020, peningkatan pengangguran terbuka dan program pengentasan kemiskinan yang masih belum terdata.
Bahkan pada saat menjawab pertanyaan terkait ketenagakerjaan, Cawali Henry menyampaikan tidak akan mengambil gajinya jika terpilih menjadi Walikota Blitar, demi mewujudkan peningkatan peran generasi muda melalui program E-Commerce. "Satu rupiah pun gaji saya tidak akan saya ambil, untuk mendukung para generasi muda Kota Blitar menjadi garda terdepan membangun kewirausahaan dan ekonomi kreatif," tegas Henry yang diusung PKB, Golkar dan PKS ini.
Pada sesi debat terbuka, kembali Henry menyoroti program Rp 50-100 juta per RT, apa dasar hukumnya, bagaimana perencanaan dan pengawasannya. "Jangan sampai seperti di kota lain, yang berakibat hukum dan beberapa RT berurusan dengan hukum," paparnya.
Debat diakhiri dengan pernyataan tertutup dari masing-masing paslon, No. 2 mengajak warga kota Blitar menyalurkan aspirasinya secara Langsung Umum Bebas Rahasia (Luber), tanpa ada paksaan dan ditakut-takuti. "Bersama kami Satrio Keren mari wujudkan Kota Blitar yang Rukun Agawe Santoso," tutup Santoso.
Sementara paslon No. 1 menambahkan jangan sampai Pilkada merusak silaturahmi, karena musuh sebenarnya adalah Covid-19. "Dengan APBD Pro Rakyat Jilid 3, mari wujudkan Kota Blitar lebih sejahtera 5 tahun kedepan," pungkas Henry.(ais)