22 April 2025

Get In Touch

Gelembung Perjalanan, Membuat Bepergian Tak Lagi Nyaman

Gelembung Perjalanan, Membuat Bepergian Tak Lagi Nyaman

PERILAKU konsumsi masyarakat yang berubah selama pandemi Covid-19, kini berangsur pulih sebagaimana ditulis LenteraToday (Rabu, 21/10/2020).

Covid-19 membuatmasyarakat enggan atau tertahan untuk melakukan perjalanan lintas negara. Meskiperjalanan sudah boleh dilakukan dalam waktu singkat, itu pun diikuti berbagaisyarat.

Akibat pandemiCovid-19, setiap negara membatasi pergerakan warganya ataupun kunjungan orangasing. Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakanjumlah wisatawan bisa anjlok 80 persen tahun ini dibandingkan dengan tahunlalu.

Lalu muncul ide‘gelembung perjalanan’ atau travel bubble sebagai alternatif cara membuka pintusekaligus mencegah penyebaran Covid-19. Negara-negaramencoba untuk melonggarkan pembatasan dengan membentuk gelembung perjalanan.Namun, perjalanan tetap tak mudah karena ada banyak syarat dan tesberkali-kali.

Gelembungperjalanan dibentuk atas dasar kesepakatan dua negara untuk saling membukapintu. Penduduk kedua negara sama-sama boleh masuk tanpa perlu karantina.

Gelembungperjalanan memungkinkan orang bergerak hanya dalam lingkup dua negara itu saja.Penerapannya membutuhkan keyakinan dan kepercayaan satu sama lain. Catatan:kedua negara harus sudah terbukti sukses mengendalikan Covid-19.

Idealnya, keduanegara sudah sama-sama tak mengalami kasus Covid-19. Walau masih ada, jumlahnyasedikit dan keduanya memiliki cara penanganan serupa dengan tingkatbkeberhasilan sama.

Sejak April,Australia dan Selandia Baru menggodok kesepakatan gelembung perjalanan.Australia kini hanya mengalami 15 kasus baru, sementara Selandia Baru tak adakasus baru. Sebagaimana dikutip Kompas,“Negara pertama yang bisa berhubungan lagi dengan Australia, jelas SelandiaBaru,” kta PM Australia Scott Morrison.

Jika berhasil,Selandia Baru memperluas gelembung perjalanan ke negara lain yang dianggapsukses mengendalikan wabah: Taiwan, Hong Kong dan Korea Selatan. Apabila jumlahkasus tetap rendah, Finlandia dan Polandia bakal ikutan membuat gelembungperjalanan negara-negara Baltik.

Indonesia danSingapura telah sepakat membuka perbatasan. Mulai November 2020 Singapura membukaperbatasan bagi Indonesia. Tetapi hanya untuk urusan kerja dan diplomatik.Perjalanan wisata dan keperluan pribadi sementara belum bisa (LenteraToday, 13/10/2020).

Perencanaan gelembung perjalanansepertinya tak mudah dilakukan. Urusan tidak cuma membandingkan tingkatpenularan Covid-19. Masih ada syarat karantina 14 hari, standar tes, danlaboratorium untuk mengeluarkan sertifikat izin bepergian.

Gelembung perjalanan -dikutipdari The Wallstrett Journal, tetaptidak membuat mudah perjalanan. Harus melewati berbagai macam tes, baik sebelumberangkat maupun saat kedatangan. Jadi, masih dijejali macam-macam prosesadministrasi.

Contohnya, perjalanan dari KoreaSelatan ke Jepang tidak lagi harus karantina 14 hari. Namun wajib menjalani 4kali tes. Rinciannya: 72 jam sebelum keberangkatan, saat datang di negaratujuan, dan negara asal. Tidak boleh menggunakan transportasi umum selama duapekan. Aplikasi pelacak di ponsel wajib diaktifkan sepanjang hari.

Karena tingkat rumitnya tinggi,tidak mudah mencari rekanan untuk melaksanakan proses tersebut.

Singapura, misalnya, inginmenggandeng negara-negara kasus Covid-19 rendah seperti Vietnam, Selandia Barudan Australia. Ternyata, tiga negara itu belum siap membuka pintu, karenaSingapura masih memiliki kasus baru meski rata-rata hanya 4,6 kasus per hariselama dua minggu terakhir.

Persiapan dan perencanaan jauhlebih kompleks. Karena belum ada jaminan terbebas dari ancaman Covid-19, makabanyak yang harus dipertimbangkan

Mau tak mau penduduk dunia harusbersabar menjalani segala macam sistem dan prosedur protokol kesehatan saathendak bepergian.

Apabila sudah diperbolehkan bepergian pun, tentu rasanya beda. Bepergian tak lagi nyaman…(*)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.