
Surabaya– Berbagai permasalahan masih mengitari tembakau Jatim. Diantaranya masalahimpor yang masih terjadi dan tidak terserapnya tembakau hasil petani lokal.Melihat hal itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mempertanyakan kenapamasih impor tembakau?
Sebagaiupaya mencari solusi terkait berbagai permasalahan tersebut, pemerintah bersamadengan petani tembakau, asosiasi industri hasil tembakau sampai denganakademisi duduk bersama dalam acara Rembug Nasional dengan tema “MembangunKemandirian, Daya Saing dan Kelestarian Pertembakauan Berbasis Budaya Nasional”di Hotel Garden Palace Surabaya, Kamis (5/12) sore.
Emilmenandaskan berbagai permasalahan seputar tembakau harus diselesaikan secarajelas. Penyelesaian tersebut harus berdasarkan fakta jangan hanya asumsi. Bilasemua permasalahan sudah clear, makabisa menjadi bahan masukan dalam pembuatan regulasi ke depannya.
“Iniyang perlu kita bahas, misal kenapa ada impor saat tembakau masih ada. Ini halyang masih harus diselaraskan termasuk soal varietasnya. Tadi saya juga sudahbertanya dan ternyata perusahaan tidak bisa sepenuhnya membuka karena adarahasia mengenai campurannya dan lain lain. Ini yang perlu kita clear-kan. Jangan bicara solusi bilaasumsinya berbeda-beda. Apa benar tembakau impor dan lokal komplementer dsb,”kata Emil.
Menurutnya,, rembug seperti ini sangat dibutuhkan untuk mencari solusi dan memperjelasserta mempertemukan antara pemerintah, petani dan industri tembakau. Inimenjadi bagian dalam proses membuat kebijakan yang berdasarkan fakta.
“Termasuksoal harga, mekanisme pasar dan perlindungan. Ini bukan sesuatu yang spontan,butuh pertimbangan yang matang dan forum ini proses mencari itu. Ketikaberbicara regulasi apa yang menjadi dasarnya harus sama apalagi produknyabervariasi termasuk tingkat mutunya,” katanya.
Emilmengatakan, rembug ini juga penting untuk membuka transparansi apa yang menjadiperhatian serius misalnya terkait komoditi cengkeh. Dimana perkebunan tembakaudan cengkeh merupakan sektor hulu yang harus mendapat perhatian. Tanpa adanyasektor hulu yang kuat, maka Industri Hasil Tembakau (IHT) tidak akan tumbuh danberkembang dengan baik.
Berdasarkandata, perkebunan tembakau tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.Berdasarkan luas panen, pada tahun 2017 terdapat 163.705 hektar (82,24%) denganproduksi sebanyak 151.028 ton berada di Pulau Jawa. Kemudian NTB dan Baliseluas 27.707 hektar (13,92%) dengan produksi sebesar 40.046 ton dan sisanyatersebar di berbagai daerah lain.
Kontribusiproduksi tembakau Jatim sendiri rata-rata dalam lima tahun terakhir sebesar97.658 ton yang terdiri dari tembakau VO sebesar 91.736 ton dan tembakau NOsebesar 5.922 ton. Budidaya tembakau di Jatim ini tersebar di 27 kabupatendengan jenis tembakau rakyat yang diusahakan diantaranya tembakau virginia,Jawa, Madura, Paiton, Kasturi dan Lumajang VO. Kontribusi cukai rokok Jatim tahun 2018 menyumbang sebesar 59,31 persenatau Rp. 90,74 Triliun dari cukai nasional yang sebesar 153 triliun rupiah.
Kedepan, lanjut Emil, Pemprov Jatim akan melakukan berbagai upaya untuk mengatasipermasalahan seperti ketersediaan benih unggul yang belum optimal, penerapanbudidaya tembakau yang sebagian belum sesuai Good Agriculture Practices (GAP) serta penanganan pasca panen yangbelum sesuai dengan Good ManufacturingPractices (GMP).
Sementaraitu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, perlunya steering committee untuk membahasberbagai permasalahan tembakau termasuk cukai ini secara bersama-sama. Masingmasing pihak perlu duduk bersama membahas. Polanya melihat masalahnya apa danbagaimana menyelesaikannya.
Terkaitkenaikan cukai rokok, sebut Ganjar, sebenarnya sudah banyak dibahas sejak tahunlalu. Bahkan, tahun lalu tidak jadi naik salah satunya karena upaya darirekan-rekan di Jawa Tengah. Pertanyaannya, apakah industri bisa membeli habishasil tembakau petani di saat cukai tidak bisa turun. Di sisi lain, petani jugaharus mampu mengatasi kebutuhan tembakau industri.
Untukitu dalam forum ini para petani, asosiasi industri tembakau serta berbagaipihak diajak bicara untuk membahas berbagai permasalahan tersebut secarabersama-sama.
“Sebenarnyatembakau Indonesia untuk rokok itu varietas apa saja yang dibutuhkan, berapakuantitas per tahun, kualitas apa saja yang dibutuhkan. Dan ternyata ini masihbeda-beda. Kurangnya mari kita impor, cara dagangnya mari kita cari perusahaandan petani yang punya kemitraan paling bagus mari kita contoh. Harapan kitarembug hari ini bisa menelurkan (hasil) itu,” pungkasnya. (ist/ufi)