19 April 2025

Get In Touch

Silpa APBD 2020 Capai Rp 3,7 T, DPRD Jatim Nilai Serapan Pemprov Tak Maksimal

Salah satu juru bicara fraksi di DPRD Jatim meyerahkan panngannya terhadap LPJ APBD TA 2020.
Salah satu juru bicara fraksi di DPRD Jatim meyerahkan panngannya terhadap LPJ APBD TA 2020.

SURABAYA (Lenteratoday) – Fraksi-fraksi di DPRD Jatim memberikan pandangan mereka terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jawa Timur Tahun Anggaran 2020. Salah satu yang menjadi fokus pandangan adalah Sisa Lebih Anggaran (Silpa) yang mencapai Rp 3,7 triliun.

Seperti yang disampaikan Fraksi Keadilan Bintang Nurani (FKBN) DPRD Jatim melalui ketua fraksi, Dwi Hari Cahyono. Salah satu yang menjadi sorotan adalah penambahan Silpa APBD Jatim 2020 yang dinilai terlalu besar. Padahal dalam Nota keuangan, disebutkan bahwa defisit tidak sesuai target, menyebabkan pembiayaan netto sebesar Rp 4,35 triliun hanya digunakan untuk menutup defisit anggaran sebesar Rp 655,732 miliar lebih, sehingga terjadi Silpa sebesar Rp 3,7 triliun lebih.

“Perlu kiranya dilakukan sumber-sumber penyebab terjadinya Silpa berdasar PP No. 12/2021, terutama pelampauan penerimaan pendapatan transfer, pelampauan penerimaan pembiayaan, dan kewajiban terhadap pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan. Kami minta penjelasan gubernur,” tegas Hari Cahyono, Senin (21/6/22021).

Lebih lanjut, Dwi Hari Cahyono ini menjelaskan bahwa dalam Saldo Akhir Kas Pemprov Jatim 2020 sebesar Rp 3,752 triliun lebih. Dia juga menegaskan bahwa Dokumen CaLK LPP APBD tahun 2020, tidak menyajikan berapa Silpa tahun berjalan berdasarkan sumbernya.

“Oleh karena itu disarankan agar DPRD meminta kelengkapan data silpa 2020 (audited) dilengkapi dengan sumbernya, agar DPRD dapat mengetahui sejak dini dari total Silpa,” kata Hari.

Sementara dari sisi kinerja belanja daerah, FKBN berpendapat bahwa kinerja masih belum optimal. Hal ini dilihat dari realisasi belanja APBD yakni hanya 93,41% dari target. Sehingga ada selisih sebesar Rp 2,278 triliun.

“Di tengah pandemi dan meningkatnya kebutuhan dana untuk penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19, seharusnya optimalisasi belanja daerah bisa dilakukan melalui kebijakan rasionalisasi/perubahan target belanja dan refocusing,” tegas Dwi Hari Cahyono.

Terkait dengan ini, pihaknya juga memandang perlu ada pencermatan lebih lanjut atas catatan Laporan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur (CaLK) Tahun 2020 yang telah teraudit BPK.

“Apakah ketidaktercapaian tersebut dikarenakan adanya kesalahan dalam penyusunan perencanaan anggaran program/kegiatan, atau karena adanya ketidakakuratan dalam proses pengadaan barang, mohon penjelasan gubernur,” pungkasnya.

Sementera, Fraksi PDIP menyoroti realisasi belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan yang masih belum sesuai dengan harapan. Padahal kedua sektor itu alokasi anggarannya paling besar.

“Realisasi anggaran di sektor kesehatan lebih buruk dibanding sektor pendidikan. Dinas Kesehatan hanya sanggup merealisasikan belanja sebesar 57,17%. Kami tentu menyayangkan rendahnya serapan anggaran di bidang kesehatan ini, terutama di saat kita semua sedang menghadapi pandemi Covid-19,” kata Juru bicara FPDI Perjuangan Martin Hamonangan, Senin (21/6/2021).

Selain itu, FPDIP juga melihat Silpa TA 2020 sebesar Rp 3,7 triliun atau setara 10,70 % dengan P-APBD sebesar Rp 34.56 triliun atau bahkan setara 11,46% dari realisasi belanja daerah TA 2020 dinilai terlalu besar dan patut dipertanyakan.

FPDIP memandang bahwa Silpa merupakan sebuah kerugian peluang bagi proses pembangunan demi kemaslahatan warga Jatim. Dengan banyaknya Silpa juga mengindikasikan pemerintah daerah menahan belanja.

"Tentunya, halitu baik bagi perekonomian, sebab belanja pemerintah sangatlah dibutuhkan sebagai stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, utamanya di masa pandemi covid-19 yang sangat menekan kinerja ekonomi ini,” tegas mantan pengacara ini.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak mengatakan bahwa masukan-masukan dari fraksi ini akan menjadi hal yang berharga untuk bisa diterapkan di 2021.  “Yang tidak kalah penting memang terkait dengan kondisi 2020. Memang saat itu ada tiga bulan pertama yang sangat kritis dalam hal kita bisa menolong, menjaga stabilitas sosial masyarakat yang paling rentan,” tandasnya.

Diantaranya adalah memberikan jaring pengaman sosial di tahun 2020. Kemudia tetap pendorong  peningkatan kinerja dan lebih aktif lagi dalam menghadirkan pemerintah provinsi untuk masyarakat.

Emil menandaskan, di 2021 nanti barharap bisa melakukan serapan anggaran yang semakin baik. Meski demikian, dia merasa bahwa masih ada tantangan-tantangan dalam merealisasikan pendapatan asli daerah karena kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah pusat yang perlu diantisipasi. (ufi)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.