
LAMONGAN (Lenteratoday) – Pandemi Covid-19 memberikan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi yang luar biasa. Dari sisi ketenagakerjaan, pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Berdasarkan data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur menyebutkan sejak awal pandemi hingga akhir bulan Maret 2021 sudah ada 7.246 tenaga kerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ironisnya, jumlah PHK ini terus berlanjut seiring dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan level 4. Akibat kebijakan tersebut, sejak Juli hingga Agustus 2021, Disnakertras Jatim mencatat ada 7.167 pekerja dirumahkan dan 170 karyawan di PHK.
Heri Susanto, pria 36 tahun asal Kelurahan Blimbing, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan adalah salah satu yang menjadi korban PHK. Awal 2021, Heri, diberhentikan dari pekerjaanya sebagai security di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong atau oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan nama WBA.
“Dampak dari pendemi, akhirnya terjadi pengurangan jumlah security, dan saya salah satunya. Sebenarnya, saya bukan termasuk yang diberhentikan, namun saya memilih berhenti dari pada teman saya yang diberhentikan. Kasihan dia, kalau diberhentikan dia tidak bisa melakukan pekerjaan lain. Untung-untungnya saya yang masih bisa melakukan pekerjaan lain,” kata bapak satu anak ini.
Setelah berhenti dari security, Heri mengaku sempat kebingungan mencari pekerjaan, hingga akhirnya dia mendapat tawaran menjadi security di Surabaya. Tawaran itupun diambil, namun hanya bertahan satu minggu saja. Setelah menghitung antara biaya hidup di Surabaya dan gaji yang diterima tidak seimbang, terlebih lagi dia harus menghidupi anak, istri dan orang tuanya di kampung, maka dia memutuskan untuk kembali ke rumah.
“Kemudian, saat di rumah saya mencoba membuat souvenir berupa miniatur perahu nelayan, ternyata ada yang tertarik dan laku. Tanpa diduga ada juga yang meminta untuk dibuatkan dekorasi untuk acara nikahan, ya saya buatkan,” ceritanya Kamis (23/9/2021).
Heri pun sempat beberapa kali mendapatkan orderan untuk acara nikahan. Namun, karena kondisi pandemi, maka acara pernikahan juga tidak bisa dilaksanakan secara besar-besaran. Dekorasi yang dibuat pun sederhana. “Saya hanya jasa pembuatannya saja, semua bahan dari mereka. Tapi lumayan bisa buat tambahan untuk keluarga,” katanya.
Heri terus mengembangkan keterampilannya, bakatnya dalam bidang seni terus diasah secara autodidak. Diapun merambah pada seni kaligrafi arab dengan belajar dari tutorial di youtube. Saat mencoba itu, dia teringat dengan pesan bapaknya. “Pesan Bapak, selama barang iku ketok lakoni, ojo ngomong gak iso nek durung nyobak (selama barang itu kelihatan kerjakan saja, jangan bilang tidak bisa kalau belum mencoba,” kata Heri.
Saat uji coba itu, Heri menggunakan berbagai media, mulai dari kain kanvas hingga dinding rumahnya untuk menjadi korban percobaan. Beberapa kali mencoba, ternyata hasilnya mendapat banyak pujian dari masyarakat, mulai dari keluarga, teman-teman, tetangga dan lainnya. Bahkan, ada orang yang tertarik untuk membeli hasil karya kaligrafinya.
Pengakuan atas karyanya itu membuat Heri semakin percaya diri untuk memposting produknya di media sosial. Gayung bersambut, postingan-postingannya ternyata mampu menarik perhatian masyarakat luas, sehingga pesanan pun mulai berdatangan. Dari situlah semangat Heri terus terpompa untuk membuat kaligrafi arab dengan berbagai variasi. Untuk meningkatkan penjualan, dia berfikir bisa menekan harga dan tetap mempertahankan kualitas.
Langkah untuk menekan harga adalah dengan mengurangi biaya produksi. Heri memutar otak untuk mencari bahan bekas murah yang bisa digunakan. Akhirnya dia menemukan ide menggunakan kayu jati belanda bekas palet untuk dijadikan bingkai dari kaligrafinya.
Alhasil, harga jual produknya pun semakin bisa ditekan, sehingga harganya mampu terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya juga ikut terkontraksi akibat pandemi Covid-19 ini. Betapa tidak, Heri hanya mematok harga Rp 85 ribu hingga Rp 100 ribu saja untuk satu set kaligrafi arab yang terdiri dari tiga kaligrafi yaitu bertuliskan Allah, Muhammad, dan ayat kursi.

Jumlah permintaan semakin meningkat, bahkan tidak hanya dari sekitaran Lamongan saja, namun juga ada dari Tuban, Bojonegoro, Gresik, Surabaya, Jawa Tengah, bahkan hingga Jakarta. Untuk memehuni permintaan tersebut, Heri tidak lagi bisa bekerja sendiri. Dia pun memberdayakan tiga orang pemuda dari kampungnya, bahkan sang istri ikut membantu membuatkan desain dari komputer.
“Alhamdulillah banyak pesanan, dan saya berusaha untuk memenuhi semua pesanan tersebut meski harus lembur,” katanya.
Selain kaligrafi arab dalam bentuk bingkai, Heri juga kerap kali mendapatkan orderan untuk membuatkan kaligrafi arab di mushola dan masjid. Bahkan, dia juga sering mendapatkan order untuk membuatkan tulisan untuk toko, perusahaan, perahu nelayan, dan lainnya. “Saya juga sering mendapatkan pesanan untuk hadiah ulang tahun dan pernikahan. Ya, semua pesanan saya kerjakan, saya tidak pernah bilang tidak bisa,” katanya.
Untuk mengembangkan usahanya, Heri dia juga membuat gallery sederhana di depan rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari pasar Kelurahan Blimbing. Dari gallery sederhana inilah akhirnya Heri mampu mendirikan dua cabang usaha yaitu di Tuban dan di desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Bagaimana dengan omsetnya? Heri mengaku penghasilan yang didapat sudah melebihi yang dia dapat dari gaji sebagai seorang security. Untuk penjualan di rumah saja, dalam sehari setidaknya mampu laku hingga lima set kaligrafi. Belum lagi dengan dua cabang yang telah dia miliki. Ditambah dengan penjualan secara online yang juga banyak mengantongi pesanan.
“Sebetulmya, saat ini saya sudah bekerja sebagai security lagi setelah mendapat tawaran dari salah satu perusahaan di Kemantren. Sebagai security ini adalah penghasilan tetap, sementara yang di rumah juga tetap bisa berjalan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)Kabupaten Lamongan, Muhammad Zamroni, mengapresiasi munculnya industri kreatif yang ada di Kabupaten Lamongan. Pemkab Lamongan juga akan terus mendorong perkembangan industri tersebut supaya mampu bangkit di era pandemi Covid-19 ini.
"Industry kreatif kita dorong untuk mendekatkan permodalan. Selain itu, di satu sisi juga membutuhkan akses pasarnya," tandas Zamroni.
Untuk membuka akses pasar, lanjut Zamroni, yang dilakukan adalah dengan membuka peluang pasarnya, terutama dengan cara online dan offline. Kemudian juga dilakukan branding usaha mereka.
"Kita dorong dengan meningkatkan produksi UKM mereka, kalau butuh modal, kita dekatkan dengan modal, terkait pasar juga kita bantu akses pasarnya, kalau dibutuhkan packeging dan kita bantu dalam perbaikan, kemudian juga kita bantuk dengan pelatihan foto produk," pungkasnya.(ufi)