
SURABAYA (Lenteratoday) – Komisi C DPRD Jatim mempertanyakan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2022 yang menurun dibandingkan tahun 2021. Berdasarkan Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) yang disampaikan Pemprov Jatim kepada pimpinan DPRD Jatim per 5 November lalu, tercatat target PAD hanya Rp 16,7 triliun, sementara realisasi pada 2021 mencapai Rp 17,8 triliun.
Anggota Komisi C DPRD Jatim, Agung Supriyanto, mengatakan hal ini seakan berbanding terbalik dengan kondisi perekonomian Jatim yang mulai membaik. Hal itu sesuai dengan pernyataan gubernur yang kerap kali meyakinkan bahwa kondisi perekonomian Jatim sudah membaik baik sektor pariwisata, pertanian dan perekonomian.
Politisi Partai Amanat Nasional ini juga menambahkan, penurunan target PAD 2022 ini juga tidak sejalan dengan indeks pertumbuhan ekonomi Jatim yang diatas rata-rata nasional dan indeks kemiskinan juga turun. “Tapi faktanya kondisi perekonomian yang membaik itu tak berbanding lurus dengan pendapatan yang didapat Pemprov Jatim,” katanya, Selasa (16/11/2021) malam.
Agung sendiri merasa optimistis jika kondisi perekonomian Jatim akan membaik pada 2022. Hal ini seiring dengan mulai melandainya penyebaran Covid-19 dan juga mulai bangkitnya perekonomian masyarakat. Maka, lanjutnya, setidaknya PAD Jatim 2022 bisa tembus Rp 20 triliun, sebab mengaca pada PAD 2019 silam ketika belum ada Pandemi Covid-19 bisa tembus 19,9 triliun.
Politisi asal Tuban ini juga mempertanyakan turunnya target PAD dari PKB dan BBNKB 2022 yang dipatok Rp 5,6 triliun. Padahal kondisi normal bisa mencapai Rp 6,9 triliun, sementara minat masyarakat membeli kendaraan bermotor baru juga cukup tinggi.
“Komisi C tentu akan membedah per sektor yang menyebabkan target PAD Jatim turun. Tapi sayang, pertemuan dengan Bapenda Jatim kemarin belum sempat dibahas karena ada pertemuan dengan KPK sehingga akan direschedule lagi,” imbuh Agung.
Dia menduga optimalnya sektor pendapatan daerah karena Pemprov Jatim kurang memaksimalkan dalam pengelolaan dan menggali potensi aset daerah. Termasuk juga asset dari pelimpahan kabupaten/kota yang ada di berbagai OPD.
Agung mengatakan berdasarkan PP No 29 tahun 2020 menyebutkan bahwa aset daerah itu bagian dari pilar peyangga deviden daerah. “Tapi Perkada tak mengindahkan itu sehingga tak ada perubahan signifikan untuk pengelolaan aset daerah menjadi lebih produktif maupun terkait retribusi,” ungkap Agung.
Sementara terkait pengelolaan aset yang dipisahkan atau yang bersumber dari BUMD, Agung menyebutkan bahwa hanya Bank Jatim yang bisa diandalkan untuk menghasilkan PAD. Sementara, 7 BUMD lainnya malah cenderung merugi.
“Pengelolaan BUMD-BUMD Jatim harus lebih profesional sehingga tak hanya membebani APBD tapi juga bisa menyumbang PAD. Kalau terus merugi ya tak perlu lagi dipertahankan alias dibubarkan saja daripada membenani APBD,” pungkas Agung Supriyanto. (*)
Reporter : Lutfiyu Handi
Editor : Lutfiyu Handi