08 April 2025

Get In Touch

Terkait Dugaan Kriminalisasi Advokat di Blitar, 4 Organisasi Akan Lapor LPSK

Anggota 4 organisasi advokat akan melaporkan dugaan kriminalisasi kepada LPSK
Anggota 4 organisasi advokat akan melaporkan dugaan kriminalisasi kepada LPSK

BLITAR (Lenteratoday) - Setelah Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) angkat bicara terkait dugaan kriminalisasi seorang advokat di Blitar, kini 4 organisasi profesi juga akan melaporkan hal ini pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Sebanyak 4 organisasi advokat yaitu Peradi, Peradi SAI, Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Perari yang tergabung dalam Himpunan Advokat Lintas Organisasi (Halo) akan menindaklanjuti adanya dugaan kriminalisasi advokat dari Blitar, Joko Trisno Mudiyanto (JTM) dengan melaporkan ke LPSK.

"Terkait dengan adanya dugaan kriminalisasi advokat JTM di Blitar ini, kami dari 4 organisasi profesi advokat akan melaporkan ke LPSK," ujar Hendi Priono dari Peradi Blitar, Selasa (14/12/2021).

Dijelaskan Hendi kalau terkait putusan kasasi, memang kewenangan hakim Mahkamah Agung (MA) dalam memutuskan perkara. "Selama tidak melanggar hukum acara, maka yang paling relevan akan melaporkan dugaan kriminalisasi advokat JTM ini ke LPSK," jelasnya.

Karena diungkapkan Hendi sejak awal proses hukum di pengadilan, dalam pledoi (pembelaan) dan kontra memori JTM sudah disampaikan mengenai UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Seharusnya pelapor (JTM) mendapat hak imunitas, sebagai saksi, korban dan pelapor. Sepanjang pelaporan dilakukan dengan itikad baik, dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan saksi, korban, saksi pelaku dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata," ungkap Hendi.

Sementara unsur itikad tidak baik dari pelapor, seperti memberikan keterangan palsu, sumpah palsu dan permufakatan jahat. "Semuanya tidak ada atau tidak terbukti, jadi seharusnya hakim memperhatikan UU No. 31 terkait perlindungan saksi dan pelapor tersebut," tandas Agung dari KAI.

Namun kenyataanya oleh hakim di pengadilan seperti diabaikan, atau tidak diperhatikan mengenai UU No 31 tentang perlindungan saksi dan pelapor tersebut. "Selama ini memang LPSK lebih sering melakukan perlindungan secara fisik terhadap saksi atau pelapor, seperti intimidasi dan teror. Mungkin ini yang pertama kali, LPSK akan dimintai perlindungan terkait proses hukum terhadap pelapor," imbuh Hendi diamini Edi Teguh dari Perari.

Saat ini JTM melalui kuasa hukumnya, sudah melakukan upaya hukum yaitu Peninjauan Kembali (PK) dan sudah diajukan pada 1 Desember 2021 lalu. Kini menunggu proses lebih lanjut, dari pengadilan tingkat pertama (PN Blitar).

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Rahmat Santoso angkat bicara prihatin dan menyesalkan adanya keputusan kasasi hakim Mahkamah Agung (MA) yang mengabaikan fakta-fakta hukum selama proses peradilan.

Hingga Joko Trisno Mudiyanto (JTM) seorang advokat di Blitar, diduga dikiriminalisasi setelah melaporkan dugaan praktik dokter yang Surat Ijin Praktiknya (SIP) sudah kadaluwarsa pada 16 April 2014. Dimana awalnya JTM melaporkan hal ini ke Polres Blitar Kota pada 19 Agustus 2014 silam, dengan laporan No. TBL/165/VIII/2014/SPKT.

Dalam proses hukumnya mulai di Pengadilan Negeri (PN) Blitar, terjadi beberapa keputusan mulai praperadilan hingga putusan bebas dokter yang dilaporkan. Kemudian muncul laporan balik terhadap JTM sebagai pelapor, dengan sangkaan fitnah dan laporan palsu.

Padahal sesuai UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seharusnya pelapor mendapat hak imunitas sepanjang pelaporan dilakukan dengan itikad baik. Dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan Saksi, Korban, Saksi Pelaku dan/atau Pelapor tidak dapat
dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata.

Hingga terbit keputusan PN Blitar pada 31 Maret 2021, JTM dinyatakan tidak bersalah dan bebas. Kemudian 5 April 2021 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Blitar mengajukan kasasi ke MA, yang putusannya mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan PN Blitar.

Dalam putusan MA No.831K/Pid/2021 inilah, dasar pertimbangan putusan hakim kasasi tertanggal 15 September 2021 inilah diduga terjadi kekhilafan. Karena tidak bisa diterima akal sehat dan nalar hukum, jelas laporan awal JTM terkait SIP yang kadaluwarsa 16 April 2014 ke Polres Blitar Kota pada 19 Agustus 2014. Namun oleh hakim kasasi MA dinyatakan tidak benar, karena adanya SIP Sementara dari Dinkes Kota Blitar tertanggal 12 September 2014 itupun tempat praktik di RSUD Mardi Waluyo bukan RSK Budi Rahayu seperti yang dilaporkan. (*)

Reporter : Arief Sukaputra

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.