Kasus Dugaan Kriminalisasi Advokat di Blitar Berdampak Sosial Masyarakat Jadi Takut Lapor

BLITAR (Lenteratoday) - Aktivis hukum Jawa Timur ikut angkat bicara terkait dampak sosial pada kasus dugaan kriminalisasi advokat (pengacara) di Blitar, yang akan merugikan masyarakat sendiri. Masyarakat jadi takut melaporkan adanya pelanggaran hukum yang terjadi dan diketahuinya.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Jawa Timur, LBH Cinta Lingkungan dan Pencari Keadilan, Sodikin bahwa adanya dugaan kriminalisasi advokat di Blitar, ada dampaknya ke masyarakat. "Dampak sosialnya, justru merugikan masyarakat sendiri," ujar Sodikin, Rabu (15/12/2021).
Karena sesuai UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dijelaskan Sodikin, seharusnya pelapor Joko Trisno Mudiyanto (JTM) mendapat hak imunitas, sebagai saksi, korban dan pelapor. "Pada pasal 10 ayat 1 disebutkan saksi, korban, saksi pelaku dan/atau pelapor, tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata," jelasnya.
Tapi kenapa kenyataanya, ditandaskan Sodikin, pelapor (JTM) adanya dugaan praktik dokter dengan Surat Ijin Praktik (SIP) yang habis masa berlakunya atau kadaluwarsa justru dituntut pidana fitnah dan sumpah palsu. "Kenapa UU perlindungan saksi, korban dan pelapor tersebut diabaikan seperti tidak ada, apakah ini kesengajaan atau ada sebab lainnya?," tandas Sodikin yang juga Ketua DPD Kab Blitar Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) ini.
Oleh karena itu, Sodikin mendesak agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera turun tangan menyelesaikan masalah ini, kalau dibiarkan dampak sosialnya justru merugikan masyarakat. "Karena mau lapor takut kalau dituntut balik, jadi tersangka dan malah dihukum. Ini menjadi ironi, di negara yang selalu digaungkan negara hukum," tegasnya.
Termasuk pertimbangan hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU), dimana subtansi laporan mengenai SIP kadaluwarsa di RSK Budi Rahayu, Kota.Blitar sesuai pokok perkaranya. "Justru diabaikan dengan dasar SIP Sementara yang dikeluarkan Dinkes Kota Blitar di RSUD Mardi Waluyo, ini yang perlu dilakukan kajian ulang dalam Peninjauan Kembali (PK) nanti," papar Sodikin.
Ditambahkan Sodikin pihak sebagai aktivis hukum, akan menggalang dukungan bersama organisasi advokat. "Untuk mengawal dan mengawasi proses pengajuan PK, apakah sesuai dengan kewenangan dan aturannya," imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) dan 4 organisasi advokat yakni Peradi, Peradi SAI, KAI dan Perari sudah menyampaikan keprihatinan dan rencananya akan melaporkan ke LPSK mengenai dugaan kriminalisasi advokat ini. Hingga seorang advokat di Blitar, Joko Trisno Mudiyanto (JTM) diduga dikiriminalisasi setelah melaporkan dugaan praktik dokter yang Surat Ijin Praktiknya (SIP) sudah kadaluwarsa pada 16 April 2014. Awalnya JTM melaporkan hal ini ke Polres Blitar Kota pada 19 Agustus 2014 silam, dengan laporan No. TBL/165/VIII/2014/SPKT.
Dalam proses hukumnya mulai di Pengadilan Negeri (PN) Blitar, mulai praperadilan hingga putusan bebas dokter yang dilaporkan. Kemudian muncul laporan balik terhadap JTM sebagai pelapor, dengan sangkaan fitnah dan laporan palsu. Padahal sesuai UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seharusnya pelapor mendapat hak imunitas sepanjang pelaporan dilakukan dengan itikad baik. Dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan Saksi, Korban, Saksi Pelaku dan/atau Pelapor tidak dapat
dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata.
Hingga terbit keputusan PN Blitar pada 31 Maret 2021, JTM dinyatakan tidak bersalah dan bebas. Kemudian 5 April 2021 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Blitar mengajukan kasasi ke MA, yang putusannya mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan PN Blitar.
Dalam putusan MA No.831K/Pid/2021 inilah, dasar pertimbangan putusan hakim kasasi tertanggal 15 September 2021 diduga terjadi kekhilafan. Karena tidak bisa diterima akal sehat dan nalar hukum, jelas laporan awal JTM terkait SIP yang kadaluwarsa 16 April 2014 ke Polres Blitar Kota pada 19 Agustus 2014. Namun oleh hakim kasasi MA dinyatakan tidak benar, karena adanya SIP Sementara dari Dinkes Kota Blitar tertanggal 12 September 2014 itupun tempat praktik di RSUD Mardi Waluyo bukan RSK Budi Rahayu seperti yang dilaporkan.
Reporter : Arief Sukaputra
Editor : Endang Pergiwati