
BLITAR (Lenteratoday) - Seorang advokat di Blitar yang diduga dikriminalisasi sebagai pelapor justru menjadi terlapor hingga divonis hukuman 6 bulan penjara mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kekhilafan hakim Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri (PN) Blitar.
Joko Trisno Mudiyanto (JTM) advokat asal Blitar yang diduga dikriminalisasi atas vonis kasasi hakim MA, tidak terima putusan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mengajukan PK melalui PN Blitar pada 1 Desember 2021 lalu dan dijadwalkan sidang pada Kamis (30/12/2021) besok.
Melalui kuasa hukumnya, Hendi Priyono disampaikan dasar pengajuan PK ke MA yaitu atas kekhilafan hakim dalam mengambil keputusan kasasi. "Karena itu yang kami sampaikan dalam materi PK, yakni kekhilafan hakim dalam putusan kasasinya tertanggal 15 September 2021 lalu," ujar Hendi, Selasa (28/12/2021).
Lebih lanjut Hendi menjelaskan PK sudah diajukan pada 1 Desember 2021 lalu kepada MA melalui PN Blitar, sesuai aturan maksimal 30 hari sejak diterimanya PK harus sudah dikirim ke MA. "Ternyata tidak sampai 14 hari yaitu 13 Desember 2021 sudah direspon pihak PN Blitar, dengan menetapkan jadwal sidang PK pada Kamis(30/12/2021) besok," jelasnya
Dalam surat penetapan No. 1/Pid.PK/2021/PN Blt jo No. 402/Pid.B/2020/PN Blt tertanggal 13 Desember 2021, yang ditandatangani Hakim Ketua, Maimunsyah. Tertulis Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa membaca permohonan PK terpidana JTM, ditetapkan jadwal sidang pada Kamis, 30 Desember 2021 di PN Blitar jam 10.00 WIB, memerintahkan pemohon dan jaksa Kejari Blitar untuk hadir dalam sidang menyampaikan pendapatnya.
"Serta memerintahkan Kepala Lapas IIB Blitar untuk menghadirkan terpidana (JTM) dalam persidangan ini secara virtual," tutur Hendi sambil menunjukkan surat tersebut.
Dalam sidang PK ini hakim akan mengkonfirmasi adanya PK yang diajukan terpidana, kemudian mendengar tanggapan dari JPU. "Selanjutnya hasil dari persidangan ini, diteruskan ke MA," ungkapnya.
Sesuai yang disampaikan dalam pengajuan PK, bukan karena novum atau bukti baru tapi atas kekhilafan hakim MA dalam memutuskan kasasi yang diajukan JPU. "Jadi dasar mengajukan upaya hukum PK tidak hanya novum, tapi bisa juga atas dasar kekhilafan hakim," tandas Hendi.
Secara terpisah pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar melalui Kasi Pidum, Faetoni Y.A ketika dikonfirmasi mengenai pengajuan PK terpidana JTM mengatakan kalau jaksa sudah menyampaikan tanggapan atas PK tersebut ke PN Blitar. "Sudah kita tanggapi (pengajuan PK) dan sudah disampaikan ke PN Blitar, sekitar seminggu yang lalu," tutur Faetoni.
Ditanya apa isi tanggapan PK tersebut, jaksa asal Solo ini mengaku hanya membaca sekilas saja. Karena yang membuat Kasi Datun, tapi secara garis besar intinya kalau pengajuan PK tersebut bukan karena ada novum atau bukti baru. "Tapi karena kekhilafan hakim, jadi secara garis besar intinya seperti itu," bebernya.
Atas dugaan kriminalisasi advokat di Blitar ini, mendapat tanggapan dari berbagai pihak mulai aktivis hukum Jawa Timur. Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) dan 4 organisasi advokat yakni Peradi, Peradi SAI, KAI dan Perari. Mereka menyampaikan keprihatinan, dampak sosial dan melaporkannya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), bahkanmengadukan masalah ini ke DPR dan DPD RI.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang advokat di Blitar, Joko Trisno Mudiyanto (JTM) diduga dikiriminalisasi setelah melaporkan dugaan praktik dokter yang Surat Ijin Praktiknya (SIP) sudah kadaluwarsa pada 16 April 2014. Awalnya JTM melaporkan hal ini ke Polres Blitar Kota pada 19 Agustus 2014 silam, dengan laporan No. TBL/165/VIII/2014/SPKT.
Dalam proses hukumnya di Pengadilan Negeri (PN) Blitar, mulai praperadilan hingga putusan bebas dokter yang dilaporkan. Kemudian muncul laporan balik terhadap JTM sebagai pelapor, dengan sangkaan fitnah dan laporan palsu.
Padahal sesuai UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seharusnya pelapor mendapat hak imunitas sepanjang pelaporan dilakukan dengan itikad baik. Dalam pasal 10 ayat 1 disebutkan Saksi, Korban, Saksi Pelaku dan/atau Pelapor tidak dapat
dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata.
Hingga terbit keputusan PN Blitar pada 31 Maret 2021, JTM dinyatakan tidak bersalah dan bebas. Kemudian 5 April 2021 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Blitar mengajukan kasasi ke MA, yang putusannya mengabulkan kasasi dan membatalkan putusan PN Blitar.
Dalam putusan MA No.831K/Pid/2021 inilah, dasar pertimbangan putusan hakim kasasi tertanggal 15 September 2021 diduga terjadi kekhilafan. Karena tidak bisa diterima akal sehat dan nalar hukum, jelas laporan awal JTM terkait SIP yang kadaluwarsa 16 April 2014 ke Polres Blitar Kota pada 19 Agustus 2014. Namun oleh hakim kasasi MA dinyatakan tidak benar, karena adanya SIP Sementara dari Dinkes Kota Blitar tertanggal 12 September 2014 itupun tempat praktik di RSUD Mardi Waluyo bukan RSK Budi Rahayu seperti yang dilaporkan.(*)
Reporter : Arief Sukaputra
Editor : Lutfiyu Handi