
Surabaya - Isu soal merger raksasa ride hailing Asia Tenggara Grab dan Gojek bergulir kembali. Kali ini disebutkan para pemegang saham "sangat kuat" sedang melobi Softbank untuk merealisasikan penggabungan ini. Lalu siapa "orang kuat" tersebut?
Mengutip dari Financial Times, Selasa (10/3/2020), penggabungan ini terkait dengan menguasai Indonesia, sebagai negara terpadat keempat di dunia. Keduanya telah berlomba mengambil hati pelanggan dalam 18 bulan terakhir. Gojek mendapat pendanaan besar dari Google dan Tencent. Adapun Grab dan dari SoftBank dan Microsoft.
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari sekadar apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham berpengaruh jangka panjang di kedua perusahaan yang ingin membendung kerugian atau menemukan cara untuk keluar dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab.
Baru-baru ini, pendiri SoftBank Masayoshi Son mengunjungi Jakarta di mana salah satu tujuannya melakukan diskusi merger tersebut. Namun belum jelas sepertia apa keinginan SoftBank terkait merger ini.
"Mengingat dinamika kedua belah pihak, ada kemauan yang lebih besar di tingkat tertinggi, meski ada persoalan kontrol yang rumit," ujar salah satu pemegang saham yang berpengaruh.
Mengutip dari CNBCIndonesia.com, Jika keduanya bergabung diperkirakan valuasinyanya akan lebih dari US$ 23 miliar. SoftBank pertama kali berinvestasi di Grab pada 2014 dan dalam beberapa putaran pendanaan selanjutnya.
Kasus yang terjadi pada WeWork telah membuat SoftBank merubah kebijakan investasinya yang selama ini dikenal royal mengyuntikkan dana ke startup binaannya. Kini Softbank lebih selektif beri suntikan dana buat investor karena adanya tekanan dari pemegang sahamnya.
Salah satunya datang dari investor aktivis Elliot Management Corp yang baru-baru ini mengoleksi saham Softbank, yang menuntut SoftBank untuk bergerak agar segera merealisasikan keuntungan dari bisnis startup.
"Hal ini bukan satu-satunya pilihan tetapi itu adalah opsi yang paling mungkin. Ada cara rasional untuk memikirkannya yaitu bahwa semua pemegang saham akan menghasilkan banyak uang, Bagian itu sangat mudah," ujar investor itu lagi.
"Tapi kemudian ada masalah manajemen yang kurang rasional. Jika pembicaraan gagal, mereka akan memecah ego manajemen, tentang siapa yang akan melakukan apa," imbuhnya.
Kasus merger ride-hailing perbankan terjadi Asia Tenggara. Pada 2018 Grab mencaplok Uber Asia Tenggara. Akuisisi ini tidak melibatkan uang tunai tetapi Uber menjadi salah satu pemegang saham utama Grab. Di Uber, SoftBank merupakan pemegang saham utama perusahaan.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Namun, hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar. (har/ins)