
JAKARTA (Lenteratoday) – Penyidikan KPK terkait kasus dugaan suap perkara dengan tersangka Itong Isnaeni Hidayat (IIH) terus berlanjut. Kali ini, KPK memeriksa dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Emma Ellyani dan R Yoes Hartyarso sebagai saksi kasus tersebut. Kedua saksi itu didalami soal beberapa perkara di PN Surabaya di mana Itong ikut menjadi hakim.
"Para saksi ini hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan proses persidangan beberapa perkara di PN Surabaya yang melibatkan tersangka IIH (Itong) sebagai salah satu hakim yang ikut dan turut menyidangkan perkara dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (2/3/2022).
Pemeriksaan dilakukan pada Selasa kemarin (1/3) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Kedua saksi juga dikonfirmasi soal aliran uang pada suap perkara ini.
"Disamping itu dikonfirmasi atas dugaan adanya aliran sejumlah uang dalam penentuan putusan perkara dimaksud," kata Ali.
Sementara, saksi Hakim PN Makassar, R Mohammad Fadjarisman tidak memenuhi panggilan KPK. Pemanggilannya akan dijadwalkan ulang.
"Yang bersangkutan tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang," katanya.
Sebelumnya, KPK menetapkan hakim PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat dan panitera pengganti serta Hamdan sebagai tersangka di kasus dugaan suap vonis perkara PT Soyu Giri Primedika. Keduanya diduga menerima suap.
"KPK menemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka sebagai berikut: sebagai pemberi HK (Hendro Kasiono), sebagai penerima HD dan IIH," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (20/1).
Hendro Kasiono adalah pengacara PT SGP. KPK menyebut terjadi kerja sama antartersangka untuk membuat PT SGP diputus bubar oleh PN Surabaya.
"Diduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp 1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung," kata Nawawi.
Sumber : Antara | Editor : Endang Pergiwati